Mengenai Saya

Kamis, 09 Januari 2014

Manajemen Kelembagaan Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah dan sahabat

MANAJEMEN KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH DAN SAHABAT (Oleh : Rasiman)
A. PENDAHULUAN Islam mengenal lembaga pendidikan sejak awal turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW, yang selanjutnya diestafetkan kepada para sahabat sebagaimana termaktub dalam sejarah para Rasul dan para sahabat. Mempelajari Sejarah Islam adalah sangat urgen, apalagi mempelajari sejarah Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabat, yang menurut Ali Jumu’ah bahwa Rasulullah Muhammad SAW adalah seorang guru dan pendidik yang diikuti oleh para sahabatnya ( Ali Jumu’ah, 2008 : hlm. 31), dengan ini berarti kita dapat mengetahui bagaimana perkembangan Islam terdahulu sehingga dapat berguna untuk perbaikan di masa mendatang. Menurut Arief Subhan, bahwa lembaga pendidikan Islam adalah bukan institusi tunggal yang bersifat monolitik seperti yang dicitrakan di media massa barat, tetapi dengan gagasan yang bersifat global termasuk Indonesia menyajikan sebuah gambaran yang komplek ( Arif Subhan, 2012 : hlm. 4 ). Oleh karena itu, lembaga pendidikan Islam mengalami transformasi dan modernisasi sejalan dengan perubahan sosial, politik, keagamaan dan perjuangan budaya (cultural encounter). Lebih lanjut, Arief Subhan mengatakan bahwa perkembangan penting kelembagaan Islam yang perlu mendapat perhatian adalah : (1) madrasah dan pesantren modern di perkotaan semakin bertambah jumlahnya, (2) lembaga pendidikan Islam, baik madrasah atau pesantren yang bercorak kurikulum modern semakin besar jumlahnya, (3) semakin banyaknya jumlah sekolah Islam di wilayah perkotaan yang membentuk “Nomenklatur” yakni sekolah Islam Plus (Arief Subhan, 2012 : hlm. 6). Selanjutnya, diketahui bahwa lembaga pendidikan itu bukanlah lembaga beku, tetapi fleksibel, berkembang, seiring perjalanan dan kehendak waktu dan tempat. Atas dasar itu, dalam makalah ini yang akan dibahas adalah : 1. Apakah definisi Kelembagaan Pendidikan Islam ? 2. Bagaimanakah pembagian kelembagaan pendidikan Islam ? 3. Bagaimana manajemen kelembagaan pendidikan Islam di masa Rasulullah ? 4. Bagaimanakah manajemen kelembagaan pendidikan Islam di masa sahabat ? B. PEMBAHASAN 1. Definisi Dalam kamus ilmiah populer, ”lembaga” diartikan badan atau yayasan yang bergerak dalam bidang penyelenggaraan pendidikan kemasyarakatan ( Pius A Partanto & M.Dahlan Al-Barry, 1994 : hlm. 406). Hal ini mengandung pengertian bahwa lembaga dalam pengertian fisik berarti bangunan dan pengertian non fisik berarti pranata. Menurut Ramayulis yang dikutip dari pendapat Abu Ahmad, bahwa kelembagaan pendidikan Islam diartikan sebagai suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan. 2. Pembagian kelembagaan Islam Menurut Harun Nasution dalam Suwito dan Fauzan, bahwa sejarah Islam dibagi menjadi 3 periode, yaitu periode klasik, pertengahan dan modern. Periode klasik berlangsung sejak awal kemajuan Islam (650 – 1000 M) hingga masa disintegrasi (1000 – 1250) yaitu zaman Nabi Muhammad SAW. sampai runtuhnya Bani Abasiyah. Periode pertengahan berlangsung pada khalifah Harun Ar-Rasyid dan Al- Ma’mun. Periode modern berlangsung pada masa Dinasti Fathimiyah (Suwito dan Fauza, 2005 : hlm. 78). Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah di dalam mempelajari sejarah kelembagaan bagi umat Islam. a. Lembaga Pendidikan Islam Klasik ( Pada masa Rasulullah) sampai Daulah Umayah 1). Rumah Menurut Samsul Nizar, bahwa wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjelaskan dan mengajarkan kepada para sahabat. Dalam sejarah, diceritakan bahwa Nabi SAW mengambil rumah Al – Arqam bin Abi Arqam sebagai tempat pendidikan secara infornal, maksudnya proses pendidikan itu berlangsung di rumah-rumah. Hal ini, menurut Syeikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri berlangsung selama 3 tahun dimana Rasulullah SAW melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi (Syeikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, 2012 : hlm. 133) . Namun sistem pendidikan pada lembaga ini masih berbentuk halaqah, yang menurut Al-Toumy Al-Syaibany bahwa dalam sistem halaqah, pelajar-pelajar mengelilingi guru-gurunya dalam setengah bulatan untuk mendengarkan syarahannya (Al-Toumy al-Syaibany, 1979 : hlm. 572). Sedangkan sistem dan materi- materi pendidikan yang akan disampaikan menurut Samsul Nizar diserahkan sepenuhnya kepada Nabi SAW (Samsul Nizar, 2005 : hlm. 6 ). Dengan dijadikannya oleh Rasulullah rumah Al-Arqam bin Abi Arqam diterima Allah SWT, ini membuktikan bahwa rumah adalah lembaga pendidikan pertama dalam Islam. Menurut Martin Lings, bahwa Arqam menemui Nabi Muhammad SAW, kemudian dia mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah itu, Arqam menyerahkan rumahnya yang luas, terletak di dekat bukit shafa sebagai tempat kegiatan Islam ( Martin Lings, (2013 : hlm. 97). Menurut analisis, setidaknya ada tiga alasan penting pemilihan rumah al Arqam, antara lain: 1. Al Arqam bernaung di bawah klan Bani Makhzum yang merupakan musuh tradisional Bani Hasyim. Dengan alasan ini, akan sangat sulit bagi kaum kafir membayangkan bahwa Rasulullah Saw yang datang dari klan Bani Hasyim justru menggunakan rumah anggota klan Bani Makhzum. 2. Saat itu usia al Arqam ibn al Arqam masih sangat belia, yakni baru berusia 16 tahun, sehingga anggapan kaum kafir akan sulit mengerti bagaimana sebuah rumah milik seorang anak muda belia akan dijadikan pusat dakwah oleh Rasulullah Saw. 3. Keislaman al Arqam masih belum diketahui siapapun kecuali oleh kalangan umat Islam saat itu saja. 2). Kuttab Menurut Samsul Nizar, bahwa masyarakat Arab khususnya Mekkah, telah mengenal adanya lembaga pendidikan rendah yaitu kuttab. Kuttab berasal dari kata “kataba” yang artinya menulis. Sedangkan kuttab berarti tempat menulis, atau tempat dimana dilangsungkan kegiatan untuk tulis menulis. Kebanyakan para ahli pendidikan islam sepakat bahwa pendidikan Islam tingkat dasar mengajarkan membaca dan menulis, kemudian meningkat pada pengajaran Alqur’an dan pengetahuan agama dasar (Samsul nizar, 2008 : hlm. 112). Kalau dalam istilah sekarang dikenal dengan “calistung” yaitu baca, tulis dan hitung. Pada akhir abad pertama hijriyah mulai muncul 2 jenis kuttab, yaitu : a). Kuttab berfungsi tempat pendidikan yang memfokuskan pada membaca dan menulis b).Kuttab sebagai tempat penddidikan yang mengajarkan Al-Qur’an dan dasar-dasar keagamaan. Pada masa bani Umayah ada diantara penguasa yang sengaja menggaji guru untuk mengajar putra-putranya dan menyediakan tempat bagi pelaksanaan proses belajar di istananya. 3). Masjid Kata masjid berasal dari bahasa arab “ sajada” artinya tempat sujud. Sehingga dalam pengertian lebih luas masjid berarti tempat shalat dan bermunajat kepada Allah dan tempat berenung dan menatap masa depan. Dari perenungan terhadap penciptaan Allah tersebut masjid berkembang menjadi pusat ilmu pengetahuan. Proses yang mengantar masjid sebagai pusat pengetahuan adalah karena di masjid tempat awal pertama mempelajari ilmu agama yang baru lahir dan mengenal dasar-dasar ,hukum-hukun dan tujuan-tujuannya. Ketika Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah, salah satu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan sebuah masjid. Masjid yang pertama kali dibangun nabi adalah Masjid At- Taqwa di Quba. Pembanguna Masjid tersebut bertujuan untuk memajukan dan mensejahterakan kehidupan umat Islam. Di samping itu, masjid juga memiliki multifungsi, diantaranya sebagai tempat beribadah, kegiatan sosial politik, bahkan lebih dari itu, masjid dijadikan sebagai pusat dan lembaga pendidikan Islam (Samsul nizar, 2008 : hlm. 114 ). 4). Shuffah Pada masa Rasulullah SAW shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktifitas pendidikan ( HM Arifin , 2002 : hlm. 23). Rasulullah membangun ruangan di sebelah utara masjid Madinah dan masjid Al-Haram yang disebut “Al-Suffah” untuk tempat tinggal orang fakir miskin yang telah mempelajari ilmu. Disini para siswa diajarkan membaca dan menghafal Al-qur’an secara benar dan hukum Islam di bawah bimbingan dari Nabi SAW. Rasulullah mengangkat Ubaid ibn Al-Samit sebagai guru pada sekolah suffah di Madinah. b. Lembaga Pendidikan Pada Masa Pertengahan ( Harun Ar-Rasyid dan Al- Ma’mun) Menurut Suwito & Fauzan, bahwa Daulah Abbasiyah didirikan oleh keturunan Abbas paman Rasulullah yaitu Abdullah al - saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah al - Abbas. Selama dinasti ini berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbeda sesuai dengan politik,sosial dan kultur budaya yang terjadi pada masa masa tersebut (Suwito , Fauzan , 2005 :hlm.11). Daulah Abbasiyah mencapai puncak keemasan dan kejayaan pada periode I yaitu pada masa kholifah Harun Ar- Rasyid dan Khalifah Al- Ma’mun. Kekayaan yang dimiliki khalifah Harun Ar -Rasyid dan putranya Al Ma’mun digunakan untuk kepentingan sosial seperti lembaga pendidikan, kesehatan, rumah sakit, pendidikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasan. Al Ma’mun khalifah yang cinta kepada ilmu dan banyak mendirikan sekolah. Adapun lembaga- lembaga yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah dimasa Harun Ar Rasyid Dan Al Ma’mun, adalah sebagai berikut : 1). Kuttab atau maktab Kuttab atau maktab adalah lembaga pendidikan Islam tingkat dasar. Mata pelajaran yang di ajarkan di kuttab/maktab adalah khot ,kaligrafi, Al- qur’an, Aqidah dan syair. Pada Masa Daulah Abbasiyah Kuttab mulai mengajarkan pengetahuan umum disamping ilmu agama Islam, bahkan dalam perkembangan berikutnya kuttab dibedakan menjadi 2 yaitu kuttab yang mengajarkan pengetahuan umum dan kuttab yang mengajarkan ilmu agama (Samsul Nizar, hlm.116). 2). Pendidikan Rendah di Istana Timbulnya pendidikan rendah diistana untuk anak anak para pejabat didasarkan atas pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugas tugasnya kelak setelah dewasa.Untuk itu Khalifah dan keluarga serta pembesar lainnya berusaha menyiapkan anak- anaknya agar sejak kecil sudah dikenalkan dengan lingkungan dan tugas- tugas yang akan di embannya nanti. Oleh karena itu mereka memanggil guru - guru khusus untuk memberikan pendidikan kepada anak - anak mereka. 3). Masjid Masjid adalah lembaga pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai madrasah yang berkurikulum besar yang pada permulaan sejarah islam dan masa- masa selanjutnya adalah merupakan tempat menghimpun kekuatan umat islam baik dari segi fisik maupun mentalnya. Pada masa dinasti Abbasiyah dan masa perkembangan kebudayaan Islam masjid - masjid yang didirikan oleh para penguasa pada umumnya dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas pendidikan seperti tempat untuk pendidikan anak - anak ,pengajaran orang dewasa(halaqah) juga ruang perpustakaan dengan buku- buku yang lengkap. Penyelenggaraan pendidikan di masjid sangat didukung oleh pemerintah, seperti Harun Ar-Rasyid dan dilanjutkan oleh khalifah kedua sesudah dia. Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah , melainkan juga sebagai pengajaran bagi kaum muda (Suwito, Fauzan, hlm.104). 4). Toko-Toko Buku Selama masa kejayaan Dinasti Abbasiyah , toko-toko buku berkembang dengan pesat seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Uniknya, toko-toko ini tidak saja menjadi pusat pengumpulan dan penjualan buku-buku, tetapi juga menjadi pusat studi di dalamnya. Pemilik buku biasanya berfungsi sebagai tuan rumah dan kadang-kadang berfungsi sebagai pemimpin studi tersebut (Suwito, Fauzan, hlm. 103 ). Ini semua menunjukkan bahwa betapa antusias umat Islam masa itu dalam menuntu ilmu. 5). Majelis Pada masa perkembangan pendidikan Islam mengalami zaman keemasan ,majelis berarti sesi dimana aktifitas pengajaran atau diskusi berlangsung seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam Islam (Suwito, Fauzan, hlm. 103 ). Majelis digunakan untuk kegiatan transfer keilmuan dari berbagai berbagai ilmu, sehingga majelis banyak ragamnya.Ada 7 macam majelis, Yaitu : a) Majelis al-Hadits Majelis ini biasanya diselenggarakan oleh ulama/ guru yang ahli dalam bidang hadits. Ulama tersebut membentuk majlis untuk mengajarkan ilmunya kepada murid-murid. b). Majelis At-Tadris Majelis ini biasanya menunjukkan kepada majelis selain dari pada hadits, seperti majelis fiqih. Majelis nahwu,atau majelis kalam. c). Majelis al-Munazharoh Majelis ini dipergunakan sebagai sarana untuk membahas perbedaan mengenai suatu masalah oleh para ulama’. d). Majelis al Muzakaroh Majelis ini merupakan inovasi dari murid- murid yang belajar hadis.Majelis ini diselenggarakan sebagai sarana untuk berkumpul dan saling mengingat dan mengulangi pelajaran yang sudah diberikan sambil menunggu kehadiran guru. e). Majelis al- Adab Majelis ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang meliputi puisi,silsilah dan laporan sejarah bagi orang orang f). Majelis al Fatwa Dan al- Nazar terkenal. Majelis ini merupakan sarana pertemuan untuk mencari keputusan suatu masalah di bidang hukum kemudian difatwakan. Disebut pula majelis al Nazar karena karakteristik Majelis ini adalah perdebatan diantara ulama fiqih/hukum Islam. g). Saloon Saloon adalah suatu majelis khusus yang diadakan oleh Khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Majelis seperti ini sebenarnya sudah ada sejak jaman Khulafaurrasyidin dan diadakan di masjid. Namun pada bani Umayah dan bani Abbas pelaksanaannya di pindahkan di istana dan hanya dihadiri oleh orang orang tertentu saja ((Suwito, Fauzan, hlm. 104). Saloon sastra yang berkembang di sekitar para khalifah yang berwawasan ilmu dan para cendekiawan sahabatnya, menjadi tempat pertemuan untuk bertukar pikiran tentang sastra dan ilmu pengetahuan . Pada Harun Ar-Rasyid majelis sastra ini mengalami kemajuan yang luar bisa, karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan yang cerdas, sehingga khalifah aktif didalamnya. Pada masa beliau sering diadakan perlombaan antara ahli-ahli syair , perdebatan antara fuqaha dan juga sayembara antara ahli kesenian dan pujangga. h. Rumah Sakit Pada masa Abbasyiah rumah sakit bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobat orang sakit ,tetapi juga berfungsi sebagai tempat untuk mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan keperawatan dan pengobatan. Rumah sakit juga merupakan tempat praktikum dari sekolah kedokteran yang didirikan diluar rumah sakit (Zuhairini dkk, 1997 : hlm. 96). Dengan demikian, rumah sakit dalam dunia islam juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan. i. Perpustakaan Salah satu ciri penting pada masa Dinasti Abbasiyah adalah tumbuh dan berkembangnya dengan pesat perpustakaan-perpustakaan baik perpustakaan yang sifatnya umum didirikan oleh pemerintah, maupun perpustakaan yang sifatnya khusus didirikan oleh para ulama atau para sarjana. BAIT AL HIKMAH adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid dan berkembang pesat pada masa Al-Ma’mun, merupakan salah satu contoh dari perpustakaan dunia Islam yang lengkap. Di dalamnya terdapat bermacam-macam buku ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu serta berbagai buku terjemahan dari bahasa yunani, Persia, India, Qibti dan Aramy. j. Rumah-rumah Para Ulama Rumah ulama digunakan untuk melakukan transmisi ilmu agama dari ilmu umum dan kemungkinan lain perdebatan ilmiah. Ulama yang tidak diberi kesempatan mengajar di lembaga pendidikan formal akan mengajar di rumah-rumah mereka. k. Madrasah Madrasah sangat diperlukan keberadaannya sebagai tempat untuk menerima ilmu pengetahun agama secara teratur dan sistematis. Madrasah yang pertama didirikan adalah madrasah al-Baihaqiyah dikota Naisabur.Adapun sebab-sebab didirikan madrasah ini adalah karena masjid-masjid telah dipenuhi pengajian-pengjian dari para guru yang semakin banyak, sehingga mengganggu orang shalat. Disamping itu juga karena pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. c. Lembaga- lembaga Pendidikan Islam di mulai pada Masa Dinasti Fathimiyah (Modern) sampai dengan sekarang 1). Masjid dan Istana Pada masa Dinasti ini masjid menjadi tempat berkumpulnya ulama fiqih khususnya ulama yang menganut madzhab Syiah Islamiyah juga para wazir dan hakim. Mereka berkumpul membuat buku tentang madzhab Syiah islamiyah yang akan diajarkan kepada masyarakat. Fungsi para hakim dalam perkumpulan ini adalah untuk memutuskan perkara yang timbul dalam proses pembelajaran madzhab syiah tersebut (Suwito, Fauzan, 2005 : hlm. 125). Khalifah juga mengumpulkan para penulis di istana untuk menyalin buku-buku seperti Al-qur’an, hadits, Fiqih, sastra hingga ilmu kedokteran. Ia memberikan penghargaan khusus bagi para ilmuan dan menugaskan mereka untuk menjadi imam di masjid istana juga. Begitu tingginya perhatian pemerintah terhadap ilmu pengetahuan hingga kebutuhan untuk penyalinan naskah tersebutpun tersedia seperti : tinta dan kertas. Dengan demikian tampak jelas lemaga-lembaga ini menjadi sarana bagi penyebaran ideologi mereka. 2). Perpustakaan Perpustakaan memiliki peran yang tidak kecil dibandingkan masjid dalam penyebaran akidah Islamiyah di masyarakat. Untuk itu para khalifah memperbanyak pengadaan berbagai buku ilmu pengetahuan sehingga perpustakaan istana menjadi perpustakaan terbesar yang dimiliki Dinasti Fatimiyah dan diberi nama “DAR AL ULUM yang masih memiliki keterkaitan dengan perpustakaan “ BAITUL HIKMAH” 3).Dar al- ‘Ilm Pada tahun 395H / 1005 M atas saran perdana mentrinya Ya’qub bin Killis. Khalifah mendirikan jamiyah akademi (lembaga riset) seperti akademi-akademi lain yang ada di Baghdad dan di belahan dunia lain. Lembaga ini kemudian diberi nama Dar al ‘Ilm. Disinilah Berkumpul para ahli fiqih, astronom,, dokter, ahli nahwu dan bahasa untuk mengadakan penelitian ilmiyah. 3. Manajemen Kelembagaan Pendidikan Islam di masa Rasulullah a. Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah SAW Menurut Dr.Armai Arief, (2005: hlm.135-136) mengindentifikasikan kurikulum pendidikan pada zaman Rasulullah terasa sulit, sebab Rasul mengajar pada sekolah kehidupan yang luas tanpa di batasi dinding kelas. Rasulullah memanfaatkan berbagai kesempatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan dan rasulullah menyampaikan ajarannya dimana saja seperti di rumah, di masjid, di jalan, dan di tempat-tempat lainnya. Sistem pendidikan islam lebih bertumpu kepada Nabi, sebab selain Nabi tidak ada yang mempunyai otoritas untuk menentukan materi-materi pendidikan islam.Dapat dibedakan menjadi dua periode: 1). Periode Makkah Materi yang diajarkan hanya berkisar pada ayat-ayat Makiyyah sejumlah 93 surat dan petunjuk-petunjuknya yang dikenal dengan sebutan sunnah dan hadits. Materi yang diajarkan menerangkan tentang kajian keagamaan yang menitikberatkan pada keimanan, ibadah dan akhlak. 2).Madinah (a) Upaya pendidikan yang dilakukan Nabi pertama-tama membangun lembaga masjid, melalui masjid ini Nabi memberikan pendidikan Islam. (b) Materi pendidikan islam yang diajarkan berkisar pada bidang keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan jasmanai dan pengetahuan kemasyarakatan (c) Metode yang dikembangkan oleh Nabi adalah: (1) Dalam bidang keimanan: melalui Tanya jawab dengan penghayatan yang mendalam dan di dukung oleh bukti-bukti yang rational dan ilmiah. (2). Materi ibadah : disampaikan dengan metode demonstrasi dan peneladanan sehingga mudah didikuti masyarakat. (3). Bidang akhlak: Nabi menitikberatkan pada metode peneladanan. Nabi tampil dalam kehidupan sebagai orang yang memiliki kemuliaan dan keagungan baik dalam ucapan maupun perbuatan. b. Kebijakan Rasulullah Dalam Bidang Pendidikan Menurut Abuddin Nata, (2005 : hlm. 24) bahwa untuk melaksanakan fungsi utamanya sebagai pendidik, Rasulullah telah melakukan serangkaian kebijakan yang amat strategis serta sesuai dengan situasi dan kondisi di Makkah yang saat itu belum berjalan sebagaimana yang diharapkan karena pada saat itu Muhammmad belum berperan sebagai pemimipin yang masih berada dalam bayang-bayang ancaman pembunuhan kaum kafir quraisy. Selama di Makkah pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara sembunyi-sembunyi. Diantaranya yang terkenal adalah rumah Al- Arqam. Langkah yang bijaksana dilakukan Nabi Muhammad SAW pada tahap awal Islam ini adalah melarang para pengikutnya untuk menampakkan keislamannya kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka. Setelah masyarakat Islam terbentuk di Madinah barulah, barulah pendidikan Islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum.dan kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammmad ketika di Madinah adalah: 1) Membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah. 2) Mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan damai. Secara historis, Rasulullah Saw telah menanamkan kasih sayang dalam kepemimpinanya. Jelas, bagaimana cara beliau memimpin, berinteraksi dan mendidik pengikutnya. Rasulullah Saw adalah teladan yang baik dalam berbagai aspek kehidupan, walaupun beliau adalah seorang yatim yang tidak mendapatkan pendidikan sekolah yang mengajarkannya baca tulis, namun beliau sangat menekankan pentingnya pendidikan untuk meningkatkan kualitas manusia. a). Rasulullah Saw sebagai Perencana (Planning) Rasulullah Saw mengasingkan diri di gua Hira’. Di tempat ini rupanya beliau mendapat tempat yang paling baik guna mendalami pikiran dan renungan yang berkecamuk dalam dirinya. Tujuan Rasulullah Saw berkhalwat dan bertafakkur dalam gua Hira’ tersebut adalah untuk merencanakan dan mengidentifikasi masalah yang terjadi pada masyarakat Mekkah. Selain itu, beliau juga mendapatkan ketenangan dalam dirinya serta obat penawar , mencari jalan memenuhi kerinduannya dan mencapai ma’rifat serta mengetahui rahasia alam semesta. Selain itu, ketika Rasulullah Saw menentukan tempat hijrah pertama untuk para sahabatnya ke Ethiopia (Habsyah), tampak sekali bahwa hal itu tidak lahir dari sebuah gagasan yang datang tiba-tiba tanpa perencanaan dan pertimbangan yang matang terhadap situasi dan kondisi geopolitik dan keagamaan di wilayah tersebut. Pemilihan Ethiopia yang secara geografis tidak masuk bagian Jazirah Arab dan cukup jauh dari Mekkah, memungkinkan tidak terkejar oleh kaum Quraisy yang saat itu memiliki pengaruh dan kekuatan cukup besar. Rasulullah Saw tidak meminta para sahabat untuk pergi ke tempat yang lebih jauh lagi, sehingga mempersulit dan menyebabkan terputusnya kabar dari mereka. Ethiopia saat itu menjadi pilihan karena di bawah kekuasaan pemimpin yang cukup bijak dan adil sehingga menjamin keamanan para muhajirin yang cukup kondusif. Demikian pula ketika hijrah Rasulullah Saw ke Madinah yang penuh ketelitian dan kecermatan perencanaan beliau. Dalam proses hijrah ke Madinah Munir Muhamad Ghadlban mencatat sejumlah point penting perencanaan Rasulullah Saw seperti pemilihan waktu keluar Mekkah di siang hari di bawah terik matahari dengan menutup muka di saat kebanyakan orang sedang malas ke luar rumah, pembelian dua binatang kendaraan perjalanan empat bulan sebelumnya, penyiapan bekal Asma’ binti Abu Bakar, keluar rumah Abu Bakar tidak melalui pintu yang biasanya, menugaskan Abdullah ibn Abu Bakar sebagai pengumpul informasi, penunjukan Abdullah Ibn Uraqit yang non-muslim sebagai pemandu terpercaya, menggunakan jalur perjalanan yang tidak biasa dilalui manusia, menjadikan gua Tsur sebagai tempat transit dan lain-lain. Hijrah ke Madinah adalah hijrah yang paling utama sewaktu umat Islam dihina dan disiksa di Mekkah. Ketika itu umat Islam menunggu perintah berhijrah dari Allah mengenai kebenaran berhijrah. Meskipun izin sudah didapat, Rasulullah Saw tidak segera melaksanakan hijrah. Beliau terlebih dahulu memikirkan dan merumuskan manajemen yang rapi dan strategi yang tepat sehingga pelaksanaan hijrah bisa berhasil dilakukan dengan lancar dan sukses. Perencanaan ini berguna untuk menetapkan tujuan yang jelas. Selain itu, keberadaan tujuan juga berfungsi untuk menentukan tindakan yang sesuai agar mencapai tujuan itu. Sebelum melakukan hijrah, Rasulullah Saw dibantu para sahabatnya merumuskan rencana perjalanan ke Madinah dengan rapi, termasuk memikirkan cara-cara yang perlu dilakukan kalau ada perlawanan dari kaum kafir Qurasiy. Beberapa strategi yang dirumuskan Rasulullah Saw bersama para sahabatnya antara lain: 1) Pelaksanaan hijrah dilakukan pada waktu malam hari; 2) Jalur hijrah melewati jalan alternatif; 3) Saat berhijrah, para sahabat tidak membawa harta benda yang akan menimbulkan kecurigaan dari penduduk Mekkah; 4) Sebelum berangkat, harus dipastikan terlebih dahulu bahwa penduduk Madinah bersedia menerima para sahabat sebagaimana yang mereka nyatakan saat Perjanjian Aqabah I dan II. Pelaksanaan hijrah jelas ditunjukkan untuk memelihara akidah dan menjaganya agar tidak lagi tercampur dengan amalan menyembah berhala. Rasulullah Saw adalah insan yang selalu mengutamakan kebaikan yang kekal dibandingkan kebaikan yang hanya bersifat sementara. (1) Misi Rasulullah Saw Menurut Nizar Abazhah, misi utama beliau setelah menjadi rasul adalah membuat lompatan peradaban dan merintis berdirinya sebuah negara yang mampu menaklukkan dunia dalam tempo yang fantastis ( Nizar Abazhah, 2013 : hlm. 99). Lompatan peradaban yang dimaksud di sini adalah bahwa ketika Rasul Saw baru diangkat menjadi Rasul, keadaan masyarakat berperadaban jahiliyah, yang menyembah para dewa dan para patung serta memiliki tuhan-tuhan yang banyak. Beliau ingin merubah peradaban dari jahiliyah yang multituhan menjadi peradaban Islami yang monotuhan, yaitu Allah SWT. DIA yang Maha Rahman dan Rahim. Untuk mewujudkan negara yang Islami, langkah pertama yang dilakukan Rasul ketika tiba di Madinah adalah membangun masjid yang sederhana dengan perkakas apa adanya. Dalam membangun masjid, beliau tidak memperhatikan bentuk, tetapi fokus pada tujuan, yaitu membangun tempat berkumpulnya kaum muslimin, pusat komando tertinggi, kantor negara, sekolah, dan rumah ibadah. Dari masjid inilah kelak Allah menaklukkan dunia untuk kaum muslimin (Nizar Abazhah, 2013 : hlm. 100). Dalam konteks ini, masjid dijadikan sebagai pusat kegiatan dalam rangka mewujudkan cita-cita membangun negara yang berasaskan pada hukum Islam. (2) Pendidik Dalam rangka mewujudkan negara Islam, kaum muslimin harus cerdas dan berpengetahuan. Oleh karena itu, memerlukan suatu pengajaran tentang Islam yang bersumber dari Al-Qur’an yang langsung turun kepada Rasul SAW. Rasul Saw adalah seorang yang cerdas dan ahli politik, tetapi beliau adalah orang pilihan Allah yang merupakan sosok yang agung dan mulia dengan akhlak terpuji, ( Nizar Abazhah, 2013 : hlm. 99) sehingga beliaulah satu-satu orang yang cocok untuk menjadi Pendidik bagi kaum muslimin. Selanjutnya, ketika Rasul menang dalam peperangan dan menawan seorang tawanan perang maka ketika didapati ada seorang tawanan perang yang cerdas, maka untuk menebus dirinya, seorang tawanan perang harus bekerja kepada Rasul Saw sebagai seorang pendidik untuk membantu beliau dalam waktu yang telah disepakati. Setelah itu, baru dia boleh bebas. Sebagai seorang pendidik, menurut Prof. Dr. Jalaluddin bahwa Rasul mempunyai kiat khusus dalam meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu diawali dengan masalisasi gerakan bebas tulis, baca, beliau memotivasi kaum muslimin melalui pernyataan-pernyataan yang positif seperti dalam hadits bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi kaum muslim baik laki-laki maupun perempuan ( Jalaluddin, 2013 : hlm. 259). Dalam konteks tersebut, bahwa Rasul Muhammad SAW adalah seorang pendidik yang sangat ulung. (3) Peserta didik Yang menjadi peserta didik pada awal perkembangan Islam di zaman Rasul Saw adalah para keluarga, para sahabat, dan kaum muslimin yang muallaf. Peserta didik yang pernah belajar langsung dari Rasul Saw, diantaranya adalah Abu Hurairah. Dia seorang yang mempunyai kelebihan dalam mengingat, menyimpan dan memahami tentang apa yang dipelajarinya. Abu Hurairah mengunjungi Rasulullah pada tahun ke-7 H ketika di Khaibar, dan ia memeluk Islam. Sejak bertemu Nabi dan berbai’at kepada beliau, Abu Horairah tidak pernah berpisah lagi dengan Nabi Saw kecuali pada waktu tidur sampai wafat (Khalid Muhammad Khalid, 2002 : hlm. 448). Oleh karena itu, dalam sejarah hadits, Abu Hurairah adalah salah satu orang yang banyak meriwatkan hadits dari Rasulullah SAW. b). Rasulullah Saw sebagai Pengorganisir (Organizing) Pada masa Rasulullah Saw dan awal Islam terdapat beberapa lembaga yang menjadi central pendidikan. Tentu saja, lembaga-lembaga ini belum seperti lembaga-lembaga pendidikan formal atau seperti lembaga-lembaga pendidikan di Yunani. Namun, lembaga-lembaga ini telah turut serta dalam memajukan pendidikan masyarakat Muslim pada waktu itu, seperti Dar al-ArQam, masjid, Al-Suffah (bangunan yang bergabubg dengan masjid), Kuttab . (1) Hadits Rasul Saw relevansinya dengan organizing وَاِنّى سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم : مَنْ بَنى مَسْجِدًا يَبْتَغِى بِهِ وَاجْهَ اللهِ بَنَى اللهُ لَهُ مِثْلَهُ فِى الْجَنَّةِ Artinya : Dan aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa membangun masjid karena mengharap ridha Allah, maka Allah akan membangunkan baginya seperti itu di sorga “ (HR.Bukhory). (2) Spesifikasi Hadits tersebut di atas, merupakan perintah akan pentingnya sebuah bengunan masjid bagi umat Islam. Masjid merupakan pusat kegiatan bagi umat Islam, di tempat ini terjadinya kegiatan belajar dan mengajar, pengaturan strategi dan pusat pengorganisasian segala kegiatan manusia untuk kehidupan di dunia dalam rangka mempersiapkan kehidupan akhirat. c) Rasulullah Saw sebagai Pengembang Staf (Staffing) Pengembangan staf (staffing) ini meliputi juga pengkaderan dan pendelegasian wewenang. Pengkaderan ini Rasulullah Saw lakukan terhadap beberapa orang sahabat yang beliau didik dalam keagamaan. Beliau juga mendelegasikan wewenang kepada beberapa orang sahabat yang telah diberinya ilmu yang mencukupi untuk menyampaikan dan mengajarkan ajaran Islam kepada mereka yang belum atau baru saja memeluk agama Islam. (1) Parsitipasi Rasulullah Saw Rasulullah Saw pernah mendelegasikan atau mengutus beberapa orang sebagai delegasi. Misalnya: Ja’far bin Abu Thalib diutus untuk memimpin kaum muslim yang hijrah ke Etiopia (Habasyah) dan menghadap kepada raja Negus. Selain mengutus Ja’far bin Abu Thalib, Rasulullah Saw juga pernah mendelegasikan Mus’ab bin Umair ke Madinah (Yastrib) sebelum kaum muslim Mekkah hijrah ke Madinah, dengan tugas mengajarkan al Qur’an kepada mereka dan berbagai pengetahuan lainnya mengenai agama Islam. Pembinaan dan pendelegasian wewenang ini cukup efektif karena pada gilirannya mereka juga akan membentuk kader mereka sendiri-sendiri sehingga ajaran Islam semakin luas syiarnya. (2) Solusinya Dalam pendelegasian tersebut, Rasulullah Saw menunjuk Ja’far bin Abu Thalib sebagai ketua delegasi umat Islam untuk menyampaikan dakwah kepada raja Najasi di Habasyah dan Mus’ab bin Umair sebagai ‘guru’ di Madinah. Bukan tanpa alasan Rasulullah Saw memilih Ja’far bin Abu Thalib dan Mus’ab bin Umair. Karena setelah dianalisis, keduanya adalah orang yang tepat untuk mengemban amanah tersebut. Dikisahkan bahwa Rasulullah Saw mengkoordinasikan dan mendelegasikan berbagai tugas kepada beberapa sahabat sebelum pelaksanaan hijrah ke Madinah, di antaranya: Abu Bakar ditugaskan untuk menemani Rasulullah Saw, Ali bin Abu Thalib untuk tidur di kamar Rasulullah Saw, Abdullah bin Abu Bakar untuk menyampaikan berita dari Mekkah, Asma’ binti Abu Bakar ditugaskan untuk membawa bekal makanan saat beliau dan Abu Bakar berada di gua Tsur, Abdullah bin Uraiqat Al Laithi untuk penunjuk jalan, dan golongan Ansor juga ditugaskan untuk menyambut dan menjaga keselamatan golongan Muhajirin yang ikut hijrah ke Madinah. d) Rasulullah Saw sebagai Pemimpin (Leader) Salah satu faktor kejayaan pendidikan Rasulullah Saw adalah karena beliau menjadikan dirinya sebagai model dan teladan bagi umatnya. Rasulullah Saw adalah al Qur’an yang hidup (the living Qur’an). Artinya, pada diri Rasulullah Saw tercermin semua ajaran Al-Qur’an dalam bentuk nyata. Beliau adalah pelaksana pertama semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya. Oleh karena itu, para sahabat dimudahkan dalam mengamalkan ajaran Islam yaitu dengan meniru perilaku Rasulullah Saw. Sebagai seorang pemimpin, beliau adalah seorang jenderal lapangan yang mengendalikan berbagai strategi dan taktik untuk melaksanakan program yang telah disepakati ( Mujamil Qomar, 2007 : hlm. 274). Program yang disepakati tersebut adalah penyebaran dan penyampaian ajaran Islam kepada seluruh umat manusia di dunia. Rasulullah Saw mengalami masa-masa sulit di waktu kecilnya. Di usia dini beliau sudah menjadi yatim piatu. Pada usia kanak-kanak itu pula beliau harus mengembala ternak penduduk Mekkah. Di awal usia remaja beliau sudah mulai belajar berdagang dengan mengikuti pamannya Abu Thalib ke daerah-daerah sekitar Jazirah Arab. Salah satu bukti kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ‘guru’ kepemimpinan dan manajemen modern terdapat pada diri Rasulullah Saw. Misalnya, sifat-sifat dasar kepemimpinan menurut Warren Bennis, sebagai berikut: 1. Guiding Visoner (visioner). Rasulullah Saw sering memberikan berita gembira mengenai kemenangan dan keberhasilan yang akan diraih pengikutnya dikemudian hari. Visi yang jelas ini mampu membuat para sahabat tetap sabar dan tabah meskipun perjuangan dan rintangan begitu berat. 2. Passion (berkemampuan kuat). Berbagai cara yang dilakukan musuh-musuh Rasulullah Saw untuk menghentikan perjuangan beliau tidak berhasil. Beliau tetap sabar, tabah, dan sungguh-sungguh. 3. Integrity (integritas). Rasulullah Saw dikenal memiliki integritas yang tinggi, berkomitmen terhadap apa yang dikatakan dan diputuskannya, dan mampu membangun tim yang tangguh. 4. Trust (amanah). Rasulullah Saw dikenal sebagai orang yang sangat dipercaya (al Amin) dan ini diakui oleh sahabat-sahabat bahkan musuh-musuh beliau, seperti Abu Sufyan ketika ditanya Hiraklius (kaisar Romawi) tentang perilaku Rasulullah Saw. 5. Curiosity (rasa ingin tahu). Hal ini terbukti bahwa wahyu pertama yang diturunkan adalah perintah untuk belajar (iqra’). 6. Courage (berani). Kesanggupan memikul tugas kerasulan dengan segala resiko adalah keberanian yang luar biasa. e. Rasulullah Saw sebagai Pengawas (Controlling) Sebagai salah satu bukti pengendalian Rasulullah Saw adalah bagaimana cara beliau menyelesaikan masalah, seperti dalam kisah berikut ini: Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata : “ ada seorang yang datang kepada Nabi Saw dan berkata : “ Orang yang di belakang ini telah bersetubuh dengan isterinya di siang hari ramadhan”. Nabi Saw bertanya “bisakah engkau memerdekakan budak?”, jawabnya : “tidak”. “Bisakah engkau berpuasa dua bulan berturut-turut ?”. Jawabnya :”tidak”. “Bisakah engkau memberi makan enam puluh orang miskin? Jawabnya : “tidak”. “ Maka Nabi SAW mengambil kantung berisi kurma, lalu bersabda kepada orang itu “bersedekahlah dengan ini untuk dirimu !”. Orang itu berkata , apakah diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan dari pada kami ? Padahal di daerah kami tidak ada orang yang lebih miskin dari pada kami. Maka Nabi Muhammad SAW bersabda : “Makanlah bersama keluargamu “ (Buhari Muslim, 2013 : hlm. 287). Dalam hadits tersebut, tampak bahwa Rasulullah Saw tidak bermuka masam atau marah. Lelaki itu datang kepada Rasul SAW dengan rasa penyesalan dan ingin bertobat. Ia tidak datang dengan sikap membangkang. Ia datang berharap mendapat penyelesaian atas masalahnya. Ketika beberapa pertanyaan yang diajukan Rasul SAW sebagai bukti kontrolnya itu tidak mampu dijawab dengan “sungguh-sungguh”, oleh lelaki itu, maka Rasulullah Saw tertawa, dan bersabda : “Makanlah bersama keluargamu “ . Ini adalah bukti kontroll serang Muhammad SAW kepada umatnya yang sekaligus memberi solusi terhadap kebuntuan yang dihadapi oleh pengikut beliau. Sangat Super Sekali ! 4. Manajemen Pendidikan Islam Pada Masa Sahabat (Kulafa al-Rasyidin) Menurut Hasan Langgulung bahwa tahun-tahun pemerintahan Khulafa al-Rasyidin merupakan perjuangan terus menerus antara hak yang mereka bawa dan dakwahkan kebatilan yang mereka perangi dan musuhi. Pada zaman khulafa al-Rasyidin seakan-akan kehidupan Rasulullah SAW itu terulang kembali. Pendidikan islam masih tetap memantulkanAl-Qur’an dan Sunnah di ibu kota khilafah di Makkah, di Madinah dan di berbagai negri lain yang ditaklukan oleh orang-orang Islam ( Hasan Langgulung, 1988 : hlm. 121). Berikut penguraian tentang pendidikan Islam pada masa Khulafa al- Rasyidin: a. Masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq Menurut Samsul Nizar bahwa pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat rasul terdekat (Samsul Nizar, 2008 : hlm. hal 45). Lembaga pendidikan Islam masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca Al-qur’an dan lain sebagainya. a. Masa Khalifah Umar bin Khattab Khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi Al-qur’an dan ajaran Islam lainnya. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan murid melingkarinya. Pelaksanaan pendidikan di masa Khalifah Umar bin Kattab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan disamping telah ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya ( Samsul Nizar, 2008 : hlm.48). Pendidikan dikelola di bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu,serta diiringi kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari baitulmal. b. Masa Khalifah Usman bin Affan. Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah. Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat ( Samsul Nizar, 2008 : hlm.49). Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa ini diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhaan Allah. c. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib Pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya itu ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi seluruh masyarakat Islam ( Samsul Nizar, 2008 : hlm. 50). Adapun pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafa al-Rasyidin menurut Mahmud Yunus, 1992 : hlm. 33) antara lain: Makkah, Madinah, Basrah, Kuffah, Damsyik (Syam), Mesir. d. Kurikulum Pendidikan Islam Masa khulafa al Rasyidin (632-661M./ 12-41H) Menurut Armai Arief, ( 2005 : hlm. 137 ), bahwa sistem pendidikan Islam pada masa khulafa al-Rasyidin dilakukan secara mandiri,tidak dikelola oleh pemerintah, kecuali pada masa Khalifah Umar bin al;khattab yang turut campur dalam menambahkan materi kurikulum pada lembaga kuttab. Materi pendidikan islam yang diajarkan pada masa khalifah Al-Rasyidin sebelum masa Umar bin Khattab, untuk pendidikan dasar: (1) membaca dan menulis, (2) membaca dan menghafal Al-Qur’an, (3) Pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudlu, shalat, shaum, dll. Selanjutnya, ketika Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah, ia menginstruksikan kepada penduduk kota agar anak-anak diajari: (a) berenang, (b) mengendarai unta, (c) memanah, (d) membaca dan menghapal syair-syair yang mudah dan peribahasa. Sedangkan materi untuk pendidikan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari: (a) Al-qur’an dan tafsirnya, (b) Hadits dan pengumpulannya, (c) Fiqh (tasyri’) C. KESIMPULAN Secara umum, bahwa manajemen kelembagaan pendidikan Islam telah dimulai sejak zaman Rasulullah SAW, diteruskan pada masa sahabat hingga saat ini. Walau pun perkembangan kelembagaan pendidikan Islam tempo dulu tidak sepesat saat ini, namun yang menjadi poin penting dalam manajemen tersebut adalah orisinilitas karena langsung bersentuhan dengan orang guru umat manusia sedunia, yaitu Nabi Muhammad SAW. D. PENUTUP Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik demi perbaikan di masa yang akan datang sangat diharapkan. REFERENSI Abazhah, Nizar, 2013, Pribadi Muhammad (Memotret Sifat dan Pribadi Nabi sehari-hari Lebih Dekat, Lebih Memikat), diterjemahkan oleh : Asy”ari Khatib, Jakarta : Zaman Al-Mubarakfuri, Syeikh Shafiyurrahman, 2012, terj., Sejarah Emas dan Atlas Perjalanan Nabi Muhammad, Surakarta : Ziyad Visi Media Al-Toumy al-Syaibany, Omar Mohammad, 1979, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang Arifin, HM., 2002, Perbandingan Pendidikan Islam , Jakarta, PT. Rineka Cipta Arief, Armai, 2005, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. Bandung: Penerbit Angkasa Asrohah, Hanun, 1999, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta,Logos, Bennis, Warren. 1994. On Becoming a Leader. Addison Wesley: New York Fuad bin Abdul Baqi,Muh, 2013, Hadits Shahih Bukhari Muslim, Depok, Fathan Prima Ghadlban, Munir Muhamad. Fiqh al-Sirah al-Nabawiyah. Makkah: Umm al-Qura University, 1419 H Jalaluddin, 2013, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Jumu’ah, Ali, 2008, terj., Mengungkap Dimensi Keabadian Sang Nabi Dalam Perspektif Injil dan Barat (Muhammad SAW Rasul Seluruh Alam), Jakarta : Citra Risalah Langgulung, Hasan, 1988, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Husna Lings, Martin, 2013, Muhammad (Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, diterjemahkan oleh : Qomaruddin SF, cet. Xii, Jakarta : Serambi Ilmu Semesta Muhammad Khalid, Khalid, 2002, Para Sahabat Yang Akrab Dalam Kehidupan Rasul, diterj. Oleh Arfi Hatim, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Nata, Abudin, 2004, Sejarah Pendidikan Isam, Jakarta,PT. Raja Grafinda Persada --------, 2005, Pendidikan Islam Perspektif Hadits. Ciputat: UIN Jakarta Press Nizar, Samsul, 2005, Reformasi Pendidikan Islam Menghadapi Pasar Bebas, Jakarta : the Minangkabau Foundation --------, 2008, Sejarah Pendidkan Islam, Jakarta : Kencana Pius A Partanto & M.Dahlan Al-Barry, 1994, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya, Arkada Qomar, Mujamil, 2007, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta : Erlangga Ramayulis, 2008, Ilmu Pendidikan Islam, kalam mulia Shabban, Muhammad Ali. 2005, Teladan Suci Keluarga Nabi, Akhlak dan Keajaiban-keajaibannya. Bandung: Mizan Pustaka Subhan, Arief, 2012, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20, Jakarta : Kencana Prenada Media Group Suwito dan Fauzan, 2005, Sejarah Kependidikan Islam, Jakarta : putra grafika Syariati, Ali. 1996, Rasulullah Saw, Sejak Hijrah Hingga Wafat: Tinjauan Kritis Sejarah Nabi Periode Madinah. Bandung: Pustaka Hidayah Yunus, Mahmud, 1992, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung Zuhairini dkk, 1997, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara

Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila