“ KONSEP KE-TUHAN-AN, ALAM DAN
MANUSIA
MENURUT AL-KINDI, AL-FARABI DAN IBNU SINA “.
(by Rasiman)
I.AL-KINDI
Tuhan, menurut
Al-Kindi adalah Pencipta, bukan penggerak, oleh karena itu Tuhan tidak termasuk
dalam benda-benda yang ada di alam tetapi
DIA adalah Pencipta alam semesta. Pengetahuan Tuhan ( Divine Science )
sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an, adalah pengetahuan yang langsung
diperoleh oleh Nabi dari TUHAN dengan dasar pengetahuannya adalah berupa
keyakinan. Kebenaran yang dibawa oleh wahyu tidak bertentangan dengan kebenaran
yang dibawa oleh filsafat.
Al-Kindi dalam membuktikan adanya Tuhan, ia memajukan tiga argument
yaitu:
1)
Baharunya alam. Dalam hal ini al-Kindi mengemukkan pertanyaan secara
filosofis; apakah mungkin sesuatu menjadi penyebab bagi wujud dirinya? Dengan
tegas al-Kindi menjawab; tidak mungkin, karena alam ini mempunyai permulaan
waktu, setiap yang mempunyai permulaan akan ada sesudahnya, justru itu setiap
benda atau alam pasti ada yang mewujudkannya, mustahil benda itu sendiri yang
menjadi penyebabnya. Maka yang mewujudkannya itulah Tuhan.
2)
Keanekaragaman dalam wujud. Menurut al-Kindi dalam alam empiris ini
tidak mungkin ada keanekaragaman tanpa ada keseragaman atau sebaliknya.
Terjadinya keanekaragaman dan keragaman ini bukan sekedar kebetulan, tetapi ada
yang menyebabkan dan yang merancangnya. Sebagai penyebabnya mustahil alam itu
sendiri.kalau penyebabnya alam itu sendiri, maka akan terjadi rangkaian yang
tidak akan habis-habisnya. Sementara sesuatu yang tidak berakhir tidak mungkin
terjadi. Karena harus ada ‘illat atau syarat yang berada di luar alam
itu sendiri. Itulah Tuhan Allah SWT.
3)
Kerapian alam. menurut al-Kindi bahwa alam empiris ini tidak mungkin
terkendali dan teratur tanpa ada yang mengatur. Pengendali dan pengatur tentu berada di luar alam. Zat itu tidak terlihat pada ala
mini. Itulah adanya Tuhan (Sirajuddin Zar 2009, hal. 53-54).
Alam, menurut Al-Kindi adalah bahwa alam terjadi dengan cara Emanasi
atau pancaran dari Yang Maha Satu. Munculnya alam adalah karena pancaran
dari Wujud Allah.
Manusia,
menurut al-Kindi, bahwa jiwa adalah intisari dari manusia. Jiwa manusia terbagi
mempunyai tiga(3) daya, yaitu : (1) daya bernafsu, (2) daya pemarah, (3)
dayaberfikir.Oleh karena itu, di dalamnya ada ruh. Ruh adalah urusan Tuhan
bukan urusan manusia. Ruh tersusun lengkap, dan mempunyai arti penting,
sempurna dan mulia. Substansinya berasal dari Tuhan, hubungannya dengan Tuhan
adalah seperti hubungan antara cahaya dengan matahari. Ruh adalah lain dari
badan, dia mempunyai wujud sendiri. Argumen yang diajukan Al-Kindi tentang
perlainan antara ruh dengan badan ialah keadaan badan mempunyai hawa nafsu
(carnal desire) dan adanya sifat pemarah. Ruh menentang keinginan hawa nafsu
dan marah. Dengan ruh manusia dapat memperoleh pengetahuan sebenarnya, yakni
pengetahuan panca indera dan pengetahuan akal. Ruh bersifat kekal dan tidak
hancur, karena substansunya adalah substansi Tuhan. Hanya ruh yang suci yang
dapat pergi ke alam kebenaran itu, kebenaran yang dapat sampai kepada akal yang
akan mengantarkannya ke alam cahaya Tuhan, dan di situlah dapat melihat TUHAN. (
Harun Nasution, hal.14-19)
II.AL-FARABI
Tuhan, menurut
Al-Farabi adalah bahwa Tuhan adalah wujud pertama, Maha Satu, tidak berobah,
jauh dari materi dan jauh dari arti banyak, Maha Sempurna dan tidak berhajad
pada apapun.
Alam, menurut
Al-Farabi bahwa alam terjadi dengan cara emanasi, yaitu pancaran dari
sifat-sifat Tuan yang Maha Satu.
Manusia, menurut
Al-Farabi bahwa manusia itu mempunyai jiwa yang memiliki : (1) gerak atau motion,
sehingga dengannya manusia itu adalah membutuhkan makan, membutuhkan
pemeliharaan, membutuhkan berkembang, (2) mengetahui, yakni manusia dapat
merasa, dan berimaginasi. (3) berfikir, bahwa manusia memiliki akal praktis dan
akal teoritis. Daya fikir manusia itu mempunyai tiga(3) tingkatan, yaitu :
1.
Akal potensial ( material intelect) adalah potensi akal
dalam mengenali arti dan bentuk-bentuk materi, yakni potensi akal untuk
menangkap bentuk-bentuk dari barang-barang
yang dapat ditangkap oleh panca indera.
2.
Akal Aktuil (actual intelect) adalah kemampuan akal
dengan dapat melepaskan dan menangkap arti-arti dan konsep-konsep dari materinya, dimana
arti-arti itu telah mempunyai wujud dalam akal dengan sebenarnya.
3.
Akal Mustafad (acquired intellect), adalah akal dimana
telah mempunyai kesanggupan untuk
mengadakan komunikasi atau menangkap inspirasi dari luar diri manusia berupa
akal kesepuluh, yang diberi nama akal aktif (active intellect) yang di dalamnya
terdapat bentuk-bentuk segala yang ada semenjak zaman azali. Hubungan akal
manusia dengan akal aktif adalah sama dengan hubungan antara mata dengan
matahari. Mata melihat karena ia menerima cahaya dari matahari, akal manusia
dapat menangkap arti-arti dan bentuk-bentuk itu karena mendapat cahaya dari
akal aktif.
III. IBNU SINA
Tuhan, menurut Ibnu
Sina adalah sebagai wujud murni (pure being) merupakan
Asal dan Pencipta segala sesuatu. Maka Tuhan lebih awal dari alam dan bersifat
transenden. Wujud Tuhan berdiri sendiri dalam dzat-Nya yang
akan selalu eksis. Pandangannya tentang wujud tuhan, merupakan
wujud niscaya (wajib al-wujud), atau tuhan yang tidak bisa ”tidak-ada”, karena
esensi dan wujud-Nya adalah hal yang sama. Wujud adalah esensi-Nya, dan Esensi
adalah wujud-Nya yang memiliki self-subsistent. Tuhan
adalah wajibul wujud (jika tidak ada menimbulkan mustahil), beda dengan
mumkinul wujud, yaitu jika tidak ada atau ada menimbulkan tidak mujstahil). (http://muminatus.blog.com/filsafat-konsep-tuhan-ibnu-sina/
Alam, Menurut
Ibnu Sina bahwa keberadaan alam ini berasal dari “sesuatu” yaitu Fa’il.
Fa’il itu adalah Tuhan sebagai “penggerak Alam”. Sebagai penggerak, Dia
tidak bergerak, tetapi menggerakkan alam melalui zhauq (hasrat atau
kerinduan), bukan melalui perbuatan sebenarnya. Alamlah yang rindu kepada
Tuhan, karenanya ia lalu bergerak.
Manusia, menurut Ibn
Sina manusia pada tahap fenomenal terdiri dari jasad dan nafs. Korelasi antara
nafs dan jasad bersifat interaksionis, dalam arti masing-masing saling
memerlukan. Hanya saja jika nafs telah menjadi sedemikian kuat, ia dapat
mempengaruhi jasad dengan sangat luar biasa. Sementara itu dalam tahap
transendental, nafs dengan segala potensinya tetap kekal abadi biarpun jasad
mengalami kehancuran ketika tahap ini dimulai. Manusia menjadi suatu entitas
yang tak terbagi yang tidak lagi memerlukan jasad materi dalam tahap
transendentalnya.
Menurut Ibn Sina antara jasad dan nafs memiliki korelasi sedemikian kuat, saling bantu membantu tanpa henti-hentinya. Nafs tidak akan pernah mencapai tahap fenomenal tanpa adanya jasad. Begitu tahap ini dicapai ia menjadi sumber hidup, pengatur, dan potensi jasad. Jika bukan karena jasad, maka nafs tidak akan ada, karena tersedianya jasad untuk menerima, merupakan kemestian baginya wujudnya nafs, dan spesifiknya jasad terhadap nafs merupakan prinsip entitas dan independennya nafs. Tidak mungkin terdapat nafs kecuali jika telah terdapat materi fisik yang tersedia untuknya. Sejak pertumbuhannya, nafs memerlukan, tergantung, dan diciptakan karena (tersedianya) jasad.
Menurut Ibn Sina antara jasad dan nafs memiliki korelasi sedemikian kuat, saling bantu membantu tanpa henti-hentinya. Nafs tidak akan pernah mencapai tahap fenomenal tanpa adanya jasad. Begitu tahap ini dicapai ia menjadi sumber hidup, pengatur, dan potensi jasad. Jika bukan karena jasad, maka nafs tidak akan ada, karena tersedianya jasad untuk menerima, merupakan kemestian baginya wujudnya nafs, dan spesifiknya jasad terhadap nafs merupakan prinsip entitas dan independennya nafs. Tidak mungkin terdapat nafs kecuali jika telah terdapat materi fisik yang tersedia untuknya. Sejak pertumbuhannya, nafs memerlukan, tergantung, dan diciptakan karena (tersedianya) jasad.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun, Falsafat dan
Mistisisme dalam islam, Jakarta:Bulan Bintang, cetakan ke-7, 1990
Nasution,
Hasyimsyah, “Filsafat Islam”, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. III, 2002.
http://www.gudangmateri.com/2009/04/biografi-al-farabi.html
http://waktu-sabarno.blogspot.com/2011/02/sifat-tuhan-menurut-al-farabi.html
http://nurulwatoni.tripod.com/FILSAFAT_IBNU_SINA.htm
http://www.inpasonline.com/index.php
http://staff.undip.ac.id/sastra/fauzan/2012/01/15/
http://fiqihzaim.blogspot.com/2011/06/filsafat-manusia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar