Mengenai Saya

Jumat, 11 Januari 2013

Filsafat Ilmu ( Pengetahuan Ilmiah dan Kriteria Kebenaran)


MAKALAH
 FILSAFAT ILMU
PENGETAHUAN ILMIAH DAN KRITERIA KEBENARAN


                                                 
                                                  DISUSUN OLEH:
RASIMAN (NIM. 2120103195)
ABDUL GANI (NIM.2120103177)
SARIFUDIN JUPRI  (NIM.2120103196)
ZULFAWATI  (NIM.2120103200)







DOSEN PENGAMPU :
Prof.Dr. H.JALALUDDIN





PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2012
EPISTEMOLOGI ILMU
PENGETAHUAN ILMIAH DAN KRITERIA KEBENARAN

A.Pendahuluan
 Pembagian pengetahuan yang lazim dipakai dalam dunia keilmuan barat terbagi menjadi dua , yaitu sains (pengetahuan ilmiah) dan humaniora. Yang termasuk kedalam sains adalah ilmu-ilmu alam (natural sciences) dan ilmu-ilmu sosial (social sciences) dengan cabangnya masing-masing. Sedangkan yang termasuk kedalam humaniora adalah segala pengetahuan selain itu, seperti filsafat, agama, seni, bahasa, dan sejarah.
Sebenarnya masih terdapat differensi terhadap pengetahuan-pengetahuan yang ada itu, baik dari segi ontology, epistemology, maupun aksiologi. Kesamaannya barangkali terletak pada perbedaannya, atau barangkali sekedar pada fakta bahwa pengetahuan-pengetahuan humaniora itu tidak dapat digolongkan sebagai sains. Humaniora itu sendiri, peng-indonesiaan yang tidak persis dengan atau dari kata inggris humanities, berarti segala pengetahuan yang berkaitan dengan atau perihal kemanusiaan. Tetapi kalau memang demikian, maka ilmu-ilmu sosialpun layak dimasukkan ke dalam humaniora karena sama-sama berkaitan dengan kemanusiaan.
Perlu diketahui bahwa akhir-akhir kajian epistemology di barat cenderung menolak kategorisasi pengetahuan terutama dalam humaniora dan ilmu social yang ketat. Pemahaman kita akan suatu permasalahan tidak cukup mengandalkan analisis satu ilmu saja. Oleh karena itu munculah gagasan pendekatan interdisiplin atau multi disiplin dalam memahami suatu permasalahan. Oleh karena itu beranjak dari permasahan di atas pemakalah dalam hal ini akan meyampaiakan apa itu epistemology dengan sub-subnya pengetahuan ilmah dan kriteria-kriteria kebenaran. 



            Atas dasar diatas, maka dapat penulis kemukakan beberapa problematika di  
           dalam pembahasan Epistemologi ilmu, yaitu :
1.      Bagaimanakah konsep dasar tentang pengetahuan ilmiah itu ?
2.      Apakah kriteria kebenaran di dalam pengetahuan ilmiah ?



B.Pembahasan
            Istilah epistemologi dipakai pertama kali oleh J.F. Feriere yang maksudnya untuk membedakan antara dua cabang filsafat, yaitu epistemologi dan ontologi (metafisika umum) epistemiologi berasal dari kata yunani, episteme dan logos. Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran dan logos diartikan pikiran, kata atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan. Dalam bahasa inggris menjadi theory of knowledge (Surajio, 2005, hal. 53).
            Pada pendapat yang lain Epistemologi derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan. Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme, pengetahuan; dan logos, theory. Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang membicarakan tentang teori ilmu pengetahuan. Cabang ini berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan bagaimana ada itu berada. Proses ada itu dari sisi ilmu penetahuan tentu mengikuti prinsip-prinsip teoritik yang jelas (Suwardi Endraswara, 2012, hal. 118).
Pengertian yang senada juga diungkapkan oleh (Musa Asy’arie 1999, hal.49)
bahwa epistemologi berasal dari bahasa yunani episteme (pengetahuan, ilmu pengetahuan) dan logos (pengetahuan, informasi). Dapat juga dikatakan, pengetahuan tentang pengetahuan, tetapi adakalanya disebut teori pengetahuan. Epistemologi diartikan sebagai pengetahua, pemahaman, dan ilmu pengetahuan….epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan sifat dan lapangan pengetahuan dan tidak berkaitan dengan apakah atau bagaimanakah kita dapat dikatakan mengetahui kebenaran-kebenaran
                        khusus.
Pendapat yang lebih luas namun masih senada bahwa epistemologi itu adalah cabang filsafat menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode, dan sahnya pengetahuan (Louis O. kattsof, 1996, hal.76)
            Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa epistemologi itu adalah cabang dari filsafat ilmu yang membicarakan teori pengetahuan. jadi, pengetahuan berarti hasil mengetahui, sedangkan pengetahuan sebagai akibat dari proses gerakan materi atau kebendaan. Sedangkan pada tataran tententu epitemologi dapat disebut sebagai cabang filsafat ilmu yang membicarakan bagaimana ilmu itu ada. Epistemologi merupakan langkah, proses, dan upaya menengarai masalah-masalah filsuf yang mengitari teori ilmu pengetahuan.
            Epistemologi bertalian dengan definisi dan konsep-konsep ilmu, ragam ilmu yang bersifat nisbi dan niscaya dan relasi eksak antara subjek dan objek. Atau dengan kata lain, epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, bagaimana memperoleh pengetahuan. Jadi epistemology itu adalah filsafat ilmu yang meneropong bagaimana kebenaran itu diperoleh. Dengan demikian, definisi epitemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan fondasi, alat tolok ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia.
            Selanjutnya melalui epitemologi, kita dapat memahami bagaimana ilmu pengetahuan itu ada secara ilmiah.

1.Pengetahuan Ilmiah
            Istilah Ilmu Pengetahuan berasal dari bahasa Inggeris “ science”, dan dari bahasa Latin “ scientia” bentuk kata kerja “ scire “ dan dari bahasa Jerman “ wissenschaft “ yang berarti mempelajari, mengetahui ( Drs. H.A Fuad Ihsan, 2010, hal.108).
Pengetahuan manusia amat luas, namun secara garis besar pengatahuan manusia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengetahuan ilmiah dan pengetahuan non ilmiah. Pengetahuan non ilmiah adalah hasil serapan indera terhadap pengalaman hidup sehari-hari yang tidak perlu dan tidak mungkin diuji kebenarannya. Pengetahuan ini tidak dapat dikembangkan menjadi pengetahuan ilmiah (Suwardi Endraswara, 2012, hal. 118). Sebagai contoh orang yang mengetahui tentang jin atau mahluk halus di bawah pohon beringin atau mengetahui keampuhan pusaka dan lain-lain. Sebaliknya pengetahuan ilmiah adalah hasil serapan indera dan pemikiran rasional yang terbuka terhadap pengujian lebih lanjut menggunakan metode-metode ilmiah. Contoh pengetahuan orang tentang daun jambu biji yang direbus dapat mengurangi gejala diare.
Jadi pada dasarnya ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjeasan yang ada contoh mengenai banjir misalnya.
Jujun membagi fungsi pengetahuan ilmiah menjadi tiga yaitu,  menjelaskan, meramal dan mengontrol (Jujun S. Suriasumantri,2005,hal.104)
Masih menurut pemahaman The Liang Gie, sistem pengetahuan ilmiah mencakup lima unsure pokok yaitu :
a.       Jenis-jenis sasaran
b.      Bentuk-bentuk pernyataan
c.       Ragam-ragam proposisi
d.      Ciri-ciri pokok
e.       Pembagian sistematis (The Liang Gie, 2000, hal.139).
Untuk memperoleh pengetahuan, maka terlebih dahulu alat yang dipergunakan untuk memperoleh pengetahuan adalah :
1.      Pengalaman indra (sense experience)
2.      Nalar (reason)
3.      Otoritas (authority)
4.      Instuisi (intuition)
5.      Wahyu (revelation)
6.      Keyakinan (faitha)
Maksud dari otoritas adalah adanya wewenang yang diberikan kepada lembaga, dalam hal ini adalah lembaga-lembaga keilmuan atau orang-orang tertentu yang memiliki otoritas keilmuan untuk menemukan dan menyusun pengetahuan-pengetahuan baru, yang dapat dijadikan alat oleh masyarakat untuk memperoleh pengetahuan (Surajio, 2005, hal. 55).
Apabila teori pengetahuan ilmiah yang ada dalam filsafat dipahami dengan baik, maka seorang pengkaji filsafat ilmu akan berkenalan dengan sesuatu kata yang tidak asing lagi yaitu “induktif”
Seorang filsuf inggris bernama Francis Bacon (1561-1626) mengemukakan metode induksi yang berdasarkan pengamatan dan percobaan untuk menemukan kebenaran dalam berbagai bidang pengetahuan. Ia menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of science), (the liang gie, 2004, hal. 37).
Dari memahami realitas yang ada di alam ini, metode ilmiah mulai menjalankan fungsinya untuk mengahsilkan pengetahuan ilmiah, sains ilmu.
Ilmu merupakan salah satu pengetahuan  manusia. Untuk dapat menghargai             ilmu tersebut, sesungguhnya kita harus mengerti apakah hakekat ilmu  sebenarnya ?
            Disamping itu, menurut Sidi Gazalba dalam Sistematika Filsafat (1991, hal. 27) dinukilkan bahwa ada 4 (empat) sumber pengetahuan yaitu : (1) pengetahuan itu kita bawa lahir bersama kita, (2) atau diperoleh dari budi, (3) atau berasal dari indera-indera khusus yaitu penglihatan, pendengaran, ciuman dan rabaan, (4) atau berasal dari penghayatan langsung atau ilham.
2.Kriteria Kebenaran
            Kebenaran berasal dari kata dasar  “ benar “ yang mendapat konfik ke-an. Hal ini mengandung definisi bahwa yang disebut Benar adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan (Randall & Bucher dalam Mundiri, 2001 hal.132). Demikian juga menurut Jujun (1998) bahwa kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu. 
Oleh karena itu, kebenaran akan muncul jika terdapat persesuaian dalam hubungan antara objek pengetahuan dengan realita sehingga tidak menimbulkan ketidakraguan (beliefable).
            Ketidakraguan itu terjadi jika apa yang menjadi harapan, rencana (planning) senantiasa relevan dengan apa yang terjadi di hadapan atau di sekeliling kita (reality). Hal yang dapat dirasakan efeknya di dalam diri manusia yang dapat memunculkan yang namanya –kenyamanan-ketenangan-keamanan dan akan menjadi sumber kebahagiaan hidup manusia.
            Kebenaran mengandung konsekuensi bahwa ada hubungan persusuaian (adaptasi) dalam hubungan semua objek dan pengetahuan kita tentang objek yang dimakktubkan.
            Menurut Jujun, 1998 dan Sudarsono, 2001 telah dinukilkan bahwa Kebenaran itu dapat dicari melalui 3 (tiga) kategori teori penting agar apa yang disebut dengan kebenaran muncul, yaitu :
1.      Teori Koherensi (teori kebenaran yang saling berhubungan)
2.      Teori Korespondensi (teori kebenaran yang saling bersesuaian)
3.      Teori Pragmatisme ( teori kebenaran berdasarkan konsekuensi kegunaan).

Untuk membahas beberapa teori kebenaran diatas, dapat dideskripsikan sebagai berikut :

Pertama,
            Teori kebenaran yang didasarkan pada teori koherensi, secara simpel dapat diambil generalisasi bahwa suatu proporsi-statemen akan dinyatakan benar jika pernyataan tersebut ada hubungan yang konsisten dengan statemen yang ada sebelumnya yang dianggap memenuhi persyaratan kebenaran (Drs. H. Fuad Ihsan, 2010).
Misalnya jika ada pernyataan bahwa : “ semua yang bernafas pasti mati”, adalah pernyataan yang dianggap benar. Maka jika ada pernyataan bahwa “ pohon kelapa adalah makhluk hidup dan pohon kelapa pasti akan mati”, adalah benar pula, karena pernyataan yang kedua konsisten dengan statemen yang pertama. Kata yang beritalic adalah bernafas, dimana bernafas adalah salah satu ciri-ciri dari makhluk hidup. Disini pernyataan yang konsisten terletak pada apa yang disebut dengan “ makhluk hidup”. Oleh karenya, pohon kelapa adalah makhluk hidup.Teori ini dipakai pada proses penalaran logika secara deduktif. 

Kedua,
            Teori kebenaran yang didasarkan pada korespondensi yang pemuncul ide pertamanya adalah Bernald Russell (1872-1970) katanya bahwa “ suatu pernyataan dikatakan benar bila materi pengetahuan yang terkandung di dalam pernyataan tersebut saling berkesesuaian dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut”.
            Maknanya adalah bahwa teori korespondensi dipergunakan untuk proses pembuktian secara empiris guna pengumpulan data-data yang mendukung suatu pernyataan tertentu yang telah dibuat sebelumnya.
            Paradigma pengetahuan empiris adalah sains, artinya bahwa pengetahuan empiris diperoleh atas bukti penginderaan ( dengan penglihatan, pendengaran, dan sentuhan indera-indera lain) yang menguji hipotesis-hipotesis dengan observasi atau dengan eksperimen.
            Misalnya jika ada pernyataan bahwa “ Monumen Jogja Kembali berada di Yogyakarta”, maka pernyataan itu adalah benar karena pernyataan itu dengan objek faktual bahwa Yogyakarta adalah tempat berdirinya Monumen Jogja Kembali yang merupakan bukti peninggalan sejarah sampai kini.

Ketiga,
            Teori kebenaran yang didasarkan pada teori pragmatisme seperti yang dicetuskan oleh Peirce (1839-1914) dimana dia mengatakan bahwa kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria yang bersifat fungsional dalam kehidupan praktis, artinya bahwa suatu pernyataan dikatakan benar jika pernyataan tersebut mengandung konsekuensi yang mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia”
            Selama suatu pernyataan yang ada itu fungsional dan mempunyai kegunaan, maka pernyataan ini dianggap benar,  sekiranya ada perkembangan definisi pada pernyataan fungsional dan kegunaan ada yang baru yang lebih rasional dapat dirasakan kemanfaatannya maka teori yang lama harus ditinggalkan karena dianggap sudah kedalu warsa.
            Menurut Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd bahwa kebenaran pada manusia dapat diperoleh melalui hal-hal sebagai berikut :
1.      Pengetahuan wahyu ( revealed knowledge), yakni kebenaran yang didapatkan dari wahyu yang diberikan Allah kepada manusia.
2.      Pengetahuan Intuitif ( intuitif knowledge), yakni kebenaran yang muncul dari hasil penghayatan pribadi secara tiba-tiba sebagai hasil ekspresi dari keunikan dan individualitas seseorang, sehingga validitas pengetahuan ini sangat bersifat pribadi.
3.      Pengetahuan Rasional (rational knowledge), yaitu kebenaran pengetahuan yang diperoleh dengan latihan rasio atau akal semata tanpa disertai dengan observasi terhadap peristiwa-peristiwa faktual.
4.      Pengetahuan Impiris (Empirical Knowledge), adalah pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman empiris sebagai sumber pengetahuan manusia melalui observasi, pengamatan langsung dengan menggunakan indera manusia.
5.      Pengetahuan otoritas (Authotitatif knowledge) yaitu kebenaran yang datang karena telah adanya jaminan secara otoritas berdasarkan suatu sumber yang berwibawa, memiliki wewenang dan memiliki hak otoritas.
Jika kita mampu mempergunakan kebenaran akal yang dipadukan dengan kebenaran wahyu, maka kita akan menjadi seorang ulama, yang mempunyai beberapa keutamaan tersendiri. Hal ini senada dengan apa yang pernah dikatakan oleh Ibnu Abbas RA : “ Derajad para ulama di atas kaum mu’minin(yang bukan ulama) dengan selisih 700 derajat, sementara itu jarak antar derajat adalah sejauh jarak tempat yang ditempuh selama 500 tahun” (Syekh Hasyim Asy’ari : dialihbahasakan oleh Drs. Zaenuri Siroj dan Nur Hadi, 2009, hal.1).
Pengetahuan yang didapatkan dari bisikan hati (intuisi) maka akan menimbulkan kebenaran bagi pelaku. Kebenaran rasional terjadi ketika akal manusia yang dijadikan fundamental dipergunakan dalam pengujian sebab akibat pada fenomena yang diobservasi. Kebenaran Empiris diperoleh dari hasil pengamatan inderawi yang dipadukan dengan pengalaman (experience). Sedangkan kebenaran otoritas didapatkan dari lembaga atau perseorangan yang mengatasnamakan mempunyai otoritas, kewenangan dan hak patent terhadap sumber kebenaran.
Kebenaran adalah suatu sifat dari kepercayaan dan diturunkan dari kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut. Kebenaran merupakan suatu hubungan tertentu antara kepercayaan dengan suatu fakta atau lebih di luar kepercayaan. Jika hubungan ini tidak ada, maka kepercayaan itu adalah salah (Jujun S.Suriasumantri, 1997, hal.76).
Dengan demikian, bahwa kebenaran itu terjadi apabila ada hubungan antara ide-ide kita dengan dunia realitas.Hal ini berasumsi bahwa dunia luar yang riil adalah butiran-butiran kebenaran yang dapat dipetik.
            Disamping hal-hal yang dipergunakan diatas, menurut Drs. H.A Fuad Ihsan dalam Filsafat Ilmu, 2010 dinukilkan bahwa ada cara penemuan kebenaran dengan mempergunakan metode non ilmiah yaitu :
1.      Akal sehat (common sence)
2.      Prasangka
3.      Pendekatan intuisi
4.      Penemuan kebetulan dan coba-coba
5.      Pendekatan otoritas ilmiah dan pikiran kritis.
Menurut Counaut yang dikutip oleh Kerlinger (1973), bahwa yang disebut akal sehat adalah serangkaian konsep dan bagan yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep adalah pernyataan abstraksi yang digeneralisasikan dan hal-hal yang bersifat khusus. Sedangkan bagan konsep adalah seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis dan teori. Akal sehat yang berupa konsep dan bahan konsep dapat menunjukkan hal yang benar.
            Perlu diketahui bahwa akal yang sehat itu ternyata mempunyai keterbatasan, oleh karenaya perlu pengkajian yang mendalam tentang keberadaan akal sehat agar pada kondisi tertentu tidak menyesatkan.
            Menurut akal sehat, yang juga diyakini oleh banyak kalangan intelektual bahwa hukuman adalah alat utama dalam pendidikan, digelontorkan oleh para pakar pendidikan pada abad ke-19. Seiring dengan kemajuan berfikir, ditemukan bahwa ternyata penemuan ilmiah telah membantah kebenaran akal tersebut.
            Karena penemuan kebenaran melalui akal sehat seringkali dipergunakan dan diwarnai oleh kepentingan seseorang, maka akal sehat mudah menjadi prasangka. Orang sering tidak mampu mengendalikan keadaan yang cenderung kearah perbuatan generalisasi yang terkesan dipaksakan sehingga hal ini menjadi suatu prasangka. Prasangka yang sampai saat ini masih dapat dijadikan kebenaran, adalah berprasangka baik (khusnudzan), terutama kepada Allah SWT. Kita sadar bahwa apa yang terjadi di dunia ini adalah atas qudrat dan iradat-Nya, yang dengannya apapun kejadian itu baik atau buruk semuanya mengandung konsekuensi hikmah di dalamnya asal kita mau berprasangka baik dan yakin bahwa Allah SWT akan memberikan yang terbaik seperti akan terbitnya kembali matahari di esok hari.
            Selanjutnya, ada pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan ilmiah yang berupa kegiatan penelitian ilmiah yang dibangun atas dasar teori-teori tertentu yang relevan.
            Dengan pendekatan ilmiah, manusia berusaha untuk mendapatkan kebenaran secara ilmiah, yaitu pengetahuan benar yang kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapa saja yang menghendaki untuk mengujinya.
            Untuk itu, Menurut H.A Fuad Ihsan (2010 : 140) ada 3 (tiga) tahapan penting dalam menentukan kebenaran ilmiah, yaitu :
1)      Skeptik, yaitu dalam menerima kebenaran informasi atau pengetahuan tidak langsung diterima begitu saja, namun dia berusaha untuk menanyakan fakta-fakta atau bukti-bukti terhadap setiap pernyataan yang diterima.
2)      Analitik, yaitu dalam menerima kebenaran selalu berusaha menimbang-nimbang setiap permasalahan yang dihadapinya.
3)      Kritis, yaitu dalam menerima kebenaran orang selalu berusaha mengembangkan kemampuan untuk menimbang  setiap permasalahan yang dihadapinya secara objektif.
           
           











C. Kesimpulan

            Setelah membaca kajian makalah tentang Pengetahuan Ilmiah dan kriteria Kebenaran, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
            Pengetahuan Ilmiah adalah hasil serapan indera dan pemikiran rasional yang terbuka terhadap pengujian lebih lanjut menggunakan metode-metode ilmiah yang mempunyai 5 ciri-ciri pokok yaitu : empiris, sistematis, objektif, analitis dan verifikatif.
            Kebenaran adalah persesuaian antara fikiran dan kenyataan yang menimbulkan ketidakraguan. Kebenaran pada manusia dapat didapatkan dengan cara pengetahuan wahyu, pengetahuan intuitif, pengetahuan rasional, pengetahuan empiris dan pengetahuan otoritas. Kebenaran ini juga dapat diketahui melalui 3 (tiga) teori penting yang ada relevansinya dengan kebenaran, yaitu : teori koherensi, teori korespondensi dan teori pragmatisme.
















DAFTAR PUSTAKA


Asy’ary, Musa, Filsafat Islam Tentang Kebudayaan, 1999, Jakarta LESFI.
Endraswara,Suwardi, Filsafat Ilmu, konsep sejarah dan pengembangan metode
        ilmiah, 2012, Yogyakarta, caps.
Gie, The Liang, Pengantar Fisafat Ilmu, 2004, Yogyakarta, Liberty
H.A Fuad Ihsan, 2010, Filsafat Umum, Jakarta, Reneka Cipta
Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat, 1991, Jakarta, Bulan Bintang
Jujun S. Suriasumantri, 1997, Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta,PT.Gramedia
Louis O.Kattsof, Pengantar Filsafat, 1996, Yogyakarta, Tiara Wacana
Surajio, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, 2005, Bumi Aksara, Jakarta.
Uyoh Sadulloh, 2004, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung, CV.Alfabeta



           




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila