MAKALAH
FILSAFAT ILMU
PENGETAHUAN ILMIAH DAN
KRITERIA KEBENARAN
DISUSUN OLEH:
RASIMAN (NIM. 2120103195)
ABDUL GANI (NIM.2120103177)
SARIFUDIN JUPRI (NIM.2120103196)
ZULFAWATI (NIM.2120103200)
DOSEN PENGAMPU :
Prof.Dr. H.JALALUDDIN
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2012
EPISTEMOLOGI ILMU
PENGETAHUAN ILMIAH DAN KRITERIA KEBENARAN
A.Pendahuluan
Pembagian pengetahuan yang lazim dipakai dalam dunia
keilmuan barat terbagi menjadi dua , yaitu sains (pengetahuan ilmiah) dan
humaniora. Yang termasuk kedalam sains adalah ilmu-ilmu alam (natural sciences)
dan ilmu-ilmu sosial (social sciences) dengan cabangnya masing-masing. Sedangkan yang
termasuk kedalam humaniora adalah segala pengetahuan selain itu, seperti
filsafat, agama, seni, bahasa, dan sejarah.
Sebenarnya masih terdapat differensi terhadap pengetahuan-pengetahuan yang
ada itu, baik dari segi ontology, epistemology, maupun
aksiologi. Kesamaannya barangkali terletak pada perbedaannya, atau barangkali
sekedar pada fakta bahwa pengetahuan-pengetahuan humaniora itu tidak dapat
digolongkan sebagai sains. Humaniora itu sendiri, peng-indonesiaan yang tidak
persis dengan atau dari kata inggris humanities,
berarti segala pengetahuan yang berkaitan dengan atau perihal kemanusiaan.
Tetapi kalau memang demikian, maka ilmu-ilmu sosialpun layak dimasukkan ke
dalam humaniora karena sama-sama berkaitan dengan kemanusiaan.
Perlu diketahui bahwa akhir-akhir kajian
epistemology di barat cenderung menolak kategorisasi pengetahuan terutama dalam
humaniora dan ilmu social yang ketat. Pemahaman kita akan suatu permasalahan
tidak cukup mengandalkan analisis satu ilmu saja. Oleh karena itu munculah
gagasan pendekatan interdisiplin atau multi disiplin dalam memahami suatu permasalahan.
Oleh karena itu beranjak dari permasahan di atas pemakalah dalam hal ini akan
meyampaiakan apa itu epistemology dengan sub-subnya pengetahuan ilmah dan
kriteria-kriteria kebenaran.
Atas
dasar diatas, maka dapat penulis kemukakan beberapa problematika di
dalam
pembahasan Epistemologi ilmu, yaitu :
1.
Bagaimanakah konsep dasar tentang pengetahuan ilmiah itu ?
2.
Apakah kriteria kebenaran di dalam pengetahuan ilmiah ?
B.Pembahasan
Istilah
epistemologi dipakai pertama kali oleh J.F. Feriere yang maksudnya untuk
membedakan antara dua cabang filsafat, yaitu epistemologi dan ontologi
(metafisika umum) epistemiologi berasal dari kata yunani, episteme dan logos.
Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran dan logos diartikan
pikiran, kata atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan
pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan. Dalam
bahasa inggris menjadi theory of knowledge (Surajio, 2005, hal. 53).
Pada pendapat yang
lain Epistemologi derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu
pengetahuan. Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme, pengetahuan; dan logos,
theory. Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang membicarakan tentang
teori ilmu pengetahuan. Cabang ini berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan
bagaimana ada itu berada. Proses ada itu dari sisi ilmu penetahuan tentu
mengikuti prinsip-prinsip teoritik yang jelas (Suwardi Endraswara, 2012, hal.
118).
Pengertian yang
senada juga diungkapkan oleh (Musa Asy’arie 1999, hal.49)
bahwa epistemologi
berasal dari bahasa yunani episteme (pengetahuan,
ilmu pengetahuan) dan logos (pengetahuan, informasi). Dapat juga dikatakan,
pengetahuan tentang pengetahuan, tetapi adakalanya disebut teori pengetahuan.
Epistemologi diartikan sebagai pengetahua, pemahaman, dan ilmu pengetahuan….epistemologi
atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan sifat dan
lapangan pengetahuan dan tidak berkaitan dengan apakah atau bagaimanakah kita
dapat dikatakan mengetahui kebenaran-kebenaran
khusus.
Pendapat yang lebih luas namun masih senada bahwa epistemologi
itu adalah cabang filsafat menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode, dan
sahnya pengetahuan (Louis O. kattsof, 1996, hal.76)
Dari pendapat-pendapat
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa epistemologi itu adalah cabang dari
filsafat ilmu yang membicarakan teori pengetahuan. jadi, pengetahuan berarti
hasil mengetahui, sedangkan pengetahuan sebagai akibat dari proses gerakan
materi atau kebendaan. Sedangkan pada tataran tententu epitemologi dapat
disebut sebagai cabang filsafat ilmu yang membicarakan bagaimana ilmu itu ada.
Epistemologi merupakan langkah, proses, dan upaya menengarai masalah-masalah
filsuf yang mengitari teori ilmu pengetahuan.
Epistemologi
bertalian dengan definisi dan konsep-konsep ilmu, ragam ilmu yang bersifat
nisbi dan niscaya dan relasi eksak antara subjek dan objek. Atau dengan kata
lain, epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi
dasar, sifat-sifat, bagaimana memperoleh pengetahuan. Jadi epistemology itu
adalah filsafat ilmu yang meneropong bagaimana kebenaran itu diperoleh. Dengan
demikian, definisi epitemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji
dan membahas tentang batasan, dasar dan fondasi, alat tolok ukur, keabsahan,
validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia.
Selanjutnya melalui
epitemologi, kita dapat memahami bagaimana ilmu pengetahuan itu ada secara
ilmiah.
1.Pengetahuan Ilmiah
Istilah
Ilmu Pengetahuan berasal dari bahasa Inggeris “ science”, dan dari bahasa Latin
“ scientia” bentuk kata kerja “ scire “ dan dari bahasa Jerman “ wissenschaft “
yang berarti mempelajari, mengetahui ( Drs. H.A Fuad Ihsan, 2010, hal.108).
Pengetahuan manusia amat luas, namun secara garis besar
pengatahuan manusia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengetahuan ilmiah dan
pengetahuan non ilmiah. Pengetahuan non ilmiah adalah hasil serapan indera
terhadap pengalaman hidup sehari-hari yang tidak perlu dan tidak mungkin diuji
kebenarannya. Pengetahuan ini tidak dapat dikembangkan menjadi pengetahuan
ilmiah (Suwardi Endraswara, 2012, hal. 118). Sebagai contoh orang yang
mengetahui tentang jin atau mahluk halus di bawah pohon beringin atau
mengetahui keampuhan pusaka dan lain-lain. Sebaliknya pengetahuan ilmiah adalah
hasil serapan indera dan pemikiran rasional yang terbuka terhadap pengujian
lebih lanjut menggunakan metode-metode ilmiah. Contoh pengetahuan orang tentang
daun jambu biji yang direbus dapat mengurangi gejala diare.
Jadi pada dasarnya ilmu merupakan
kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang
memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala
tersebut berdasarkan penjeasan yang ada contoh mengenai banjir misalnya.
Jujun membagi fungsi pengetahuan ilmiah menjadi tiga
yaitu, menjelaskan, meramal dan
mengontrol (Jujun S. Suriasumantri,2005,hal.104)
Masih menurut pemahaman The Liang Gie, sistem pengetahuan ilmiah
mencakup lima unsure pokok yaitu :
a.
Jenis-jenis
sasaran
b.
Bentuk-bentuk
pernyataan
c.
Ragam-ragam
proposisi
d.
Ciri-ciri
pokok
e.
Pembagian
sistematis (The Liang Gie, 2000, hal.139).
Untuk memperoleh pengetahuan, maka terlebih dahulu alat
yang dipergunakan untuk memperoleh pengetahuan adalah :
1.
Pengalaman
indra (sense experience)
2.
Nalar
(reason)
3.
Otoritas
(authority)
4.
Instuisi
(intuition)
5.
Wahyu
(revelation)
6.
Keyakinan
(faitha)
Maksud dari otoritas adalah adanya wewenang yang
diberikan kepada lembaga, dalam hal ini adalah lembaga-lembaga keilmuan atau
orang-orang tertentu yang memiliki otoritas keilmuan untuk menemukan dan
menyusun pengetahuan-pengetahuan baru, yang dapat dijadikan alat oleh
masyarakat untuk memperoleh pengetahuan (Surajio, 2005, hal. 55).
Apabila teori pengetahuan ilmiah yang ada dalam filsafat
dipahami dengan baik, maka seorang pengkaji filsafat ilmu akan berkenalan
dengan sesuatu kata yang tidak asing lagi yaitu “induktif”
Seorang filsuf inggris bernama Francis Bacon (1561-1626)
mengemukakan metode induksi yang berdasarkan pengamatan dan percobaan untuk
menemukan kebenaran dalam berbagai bidang pengetahuan. Ia menyebut filsafat
sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of science), (the liang gie,
2004, hal. 37).
Dari memahami realitas yang ada di alam ini, metode
ilmiah mulai menjalankan fungsinya untuk mengahsilkan pengetahuan ilmiah, sains
ilmu.
Ilmu merupakan salah satu pengetahuan manusia. Untuk dapat menghargai ilmu tersebut, sesungguhnya kita
harus mengerti apakah hakekat ilmu sebenarnya ?
Disamping
itu, menurut Sidi Gazalba dalam Sistematika Filsafat (1991, hal. 27) dinukilkan
bahwa ada 4 (empat) sumber pengetahuan yaitu : (1) pengetahuan itu kita bawa
lahir bersama kita, (2) atau diperoleh dari budi, (3) atau berasal dari
indera-indera khusus yaitu penglihatan, pendengaran, ciuman dan rabaan, (4)
atau berasal dari penghayatan langsung atau ilham.
2.Kriteria Kebenaran
Kebenaran
berasal dari kata dasar “ benar “ yang
mendapat konfik ke-an. Hal ini mengandung definisi bahwa yang disebut Benar
adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan (Randall &
Bucher dalam Mundiri, 2001 hal.132). Demikian juga menurut Jujun (1998) bahwa
kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu.
Oleh karena itu, kebenaran akan muncul jika
terdapat persesuaian dalam hubungan antara objek pengetahuan dengan realita
sehingga tidak menimbulkan ketidakraguan (beliefable).
Ketidakraguan
itu terjadi jika apa yang menjadi harapan, rencana (planning) senantiasa
relevan dengan apa yang terjadi di hadapan atau di sekeliling kita (reality).
Hal yang dapat dirasakan efeknya di dalam diri manusia yang dapat memunculkan
yang namanya –kenyamanan-ketenangan-keamanan dan akan menjadi sumber
kebahagiaan hidup manusia.
Kebenaran
mengandung konsekuensi bahwa ada hubungan persusuaian (adaptasi) dalam hubungan
semua objek dan pengetahuan kita tentang objek yang dimakktubkan.
Menurut
Jujun, 1998 dan Sudarsono, 2001 telah dinukilkan bahwa Kebenaran itu dapat
dicari melalui 3 (tiga) kategori teori penting agar apa yang disebut dengan
kebenaran muncul, yaitu :
1.
Teori Koherensi (teori kebenaran yang saling berhubungan)
2.
Teori Korespondensi (teori kebenaran yang saling bersesuaian)
3.
Teori Pragmatisme ( teori kebenaran berdasarkan konsekuensi kegunaan).
Untuk membahas beberapa teori kebenaran diatas,
dapat dideskripsikan sebagai berikut :
Pertama,
Teori
kebenaran yang didasarkan pada teori koherensi, secara simpel dapat diambil
generalisasi bahwa suatu proporsi-statemen akan dinyatakan benar jika
pernyataan tersebut ada hubungan yang konsisten dengan statemen yang ada
sebelumnya yang dianggap memenuhi persyaratan kebenaran (Drs. H.
Fuad Ihsan, 2010).
Misalnya jika ada pernyataan bahwa : “
semua yang bernafas pasti mati”, adalah pernyataan yang dianggap benar.
Maka jika ada pernyataan bahwa “ pohon kelapa adalah makhluk hidup dan pohon
kelapa pasti akan mati”, adalah benar pula, karena pernyataan yang kedua
konsisten dengan statemen yang pertama. Kata yang beritalic adalah bernafas,
dimana bernafas adalah salah satu ciri-ciri dari makhluk hidup. Disini
pernyataan yang konsisten terletak pada apa yang disebut dengan “ makhluk
hidup”. Oleh karenya, pohon kelapa adalah makhluk hidup.Teori ini dipakai pada
proses penalaran logika secara deduktif.
Kedua,
Teori
kebenaran yang didasarkan pada korespondensi yang pemuncul ide pertamanya
adalah Bernald Russell (1872-1970) katanya bahwa “ suatu pernyataan
dikatakan benar bila materi pengetahuan yang terkandung di dalam pernyataan
tersebut saling berkesesuaian dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut”.
Maknanya
adalah bahwa teori korespondensi dipergunakan untuk proses pembuktian secara
empiris guna pengumpulan data-data yang mendukung suatu pernyataan tertentu
yang telah dibuat sebelumnya.
Paradigma
pengetahuan empiris adalah sains, artinya bahwa pengetahuan empiris diperoleh
atas bukti penginderaan ( dengan penglihatan, pendengaran, dan sentuhan
indera-indera lain) yang menguji hipotesis-hipotesis dengan observasi atau
dengan eksperimen.
Misalnya
jika ada pernyataan bahwa “ Monumen Jogja Kembali berada di Yogyakarta”, maka
pernyataan itu adalah benar karena pernyataan itu dengan objek faktual bahwa
Yogyakarta adalah tempat berdirinya Monumen Jogja Kembali yang merupakan bukti
peninggalan sejarah sampai kini.
Ketiga,
Teori
kebenaran yang didasarkan pada teori pragmatisme seperti yang dicetuskan oleh
Peirce (1839-1914) dimana dia mengatakan bahwa “ kebenaran suatu pernyataan
diukur dengan kriteria yang bersifat fungsional dalam kehidupan praktis, artinya
bahwa suatu pernyataan dikatakan benar jika pernyataan tersebut mengandung
konsekuensi yang mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia”
Selama
suatu pernyataan yang ada itu fungsional dan mempunyai kegunaan, maka
pernyataan ini dianggap benar, sekiranya
ada perkembangan definisi pada pernyataan fungsional dan kegunaan ada yang baru
yang lebih rasional dapat dirasakan kemanfaatannya maka teori yang lama harus
ditinggalkan karena dianggap sudah kedalu warsa.
Menurut
Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd bahwa kebenaran pada manusia dapat diperoleh melalui
hal-hal sebagai berikut :
1.
Pengetahuan wahyu ( revealed knowledge), yakni kebenaran yang didapatkan
dari wahyu yang diberikan Allah kepada manusia.
2.
Pengetahuan Intuitif ( intuitif knowledge), yakni kebenaran yang muncul
dari hasil penghayatan pribadi secara tiba-tiba sebagai hasil ekspresi dari
keunikan dan individualitas seseorang, sehingga validitas pengetahuan ini
sangat bersifat pribadi.
3.
Pengetahuan Rasional (rational knowledge), yaitu kebenaran pengetahuan yang
diperoleh dengan latihan rasio atau akal semata tanpa disertai dengan observasi
terhadap peristiwa-peristiwa faktual.
4.
Pengetahuan Impiris (Empirical Knowledge), adalah pengetahuan yang
diperoleh dari pengalaman empiris sebagai sumber pengetahuan manusia melalui
observasi, pengamatan langsung dengan menggunakan indera manusia.
5.
Pengetahuan otoritas (Authotitatif knowledge) yaitu kebenaran yang datang
karena telah adanya jaminan secara otoritas berdasarkan suatu sumber yang
berwibawa, memiliki wewenang dan memiliki hak otoritas.
Jika kita mampu
mempergunakan kebenaran akal yang dipadukan dengan kebenaran wahyu, maka kita
akan menjadi seorang ulama, yang mempunyai beberapa keutamaan tersendiri. Hal
ini senada dengan apa yang pernah dikatakan oleh Ibnu Abbas RA : “ Derajad para
ulama di atas kaum mu’minin(yang bukan ulama) dengan selisih 700 derajat,
sementara itu jarak antar derajat adalah sejauh jarak tempat yang ditempuh
selama 500 tahun” (Syekh Hasyim Asy’ari : dialihbahasakan oleh Drs. Zaenuri
Siroj dan Nur Hadi, 2009, hal.1).
Pengetahuan yang didapatkan dari
bisikan hati (intuisi) maka akan menimbulkan kebenaran bagi pelaku. Kebenaran
rasional terjadi ketika akal manusia yang dijadikan fundamental dipergunakan
dalam pengujian sebab akibat pada fenomena yang diobservasi. Kebenaran Empiris
diperoleh dari hasil pengamatan inderawi yang dipadukan dengan pengalaman
(experience). Sedangkan kebenaran otoritas didapatkan dari lembaga atau
perseorangan yang mengatasnamakan mempunyai otoritas, kewenangan dan hak patent
terhadap sumber kebenaran.
Kebenaran adalah suatu sifat dari
kepercayaan dan diturunkan dari kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut.
Kebenaran merupakan suatu hubungan tertentu antara kepercayaan dengan suatu
fakta atau lebih di luar kepercayaan. Jika hubungan ini tidak ada, maka
kepercayaan itu adalah salah (Jujun S.Suriasumantri, 1997, hal.76).
Dengan demikian, bahwa kebenaran itu
terjadi apabila ada hubungan antara ide-ide kita dengan dunia realitas.Hal ini
berasumsi bahwa dunia luar yang riil adalah butiran-butiran kebenaran yang
dapat dipetik.
Disamping hal-hal
yang dipergunakan diatas, menurut Drs. H.A Fuad Ihsan dalam Filsafat Ilmu, 2010
dinukilkan bahwa ada cara penemuan kebenaran dengan mempergunakan metode non
ilmiah yaitu :
1.
Akal sehat
(common sence)
2.
Prasangka
3.
Pendekatan
intuisi
4.
Penemuan
kebetulan dan coba-coba
5.
Pendekatan
otoritas ilmiah dan pikiran kritis.
Menurut Counaut yang dikutip oleh Kerlinger (1973),
bahwa yang disebut akal sehat adalah serangkaian konsep dan bagan yang memuaskan
untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep adalah pernyataan abstraksi
yang digeneralisasikan dan hal-hal yang bersifat khusus. Sedangkan bagan konsep
adalah seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis dan
teori. Akal sehat yang berupa konsep dan bahan konsep dapat menunjukkan hal
yang benar.
Perlu diketahui
bahwa akal yang sehat itu ternyata mempunyai keterbatasan, oleh karenaya perlu
pengkajian yang mendalam tentang keberadaan akal sehat agar pada kondisi
tertentu tidak menyesatkan.
Menurut akal sehat,
yang juga diyakini oleh banyak kalangan intelektual bahwa hukuman adalah alat
utama dalam pendidikan, digelontorkan oleh para pakar pendidikan pada abad
ke-19. Seiring dengan kemajuan berfikir, ditemukan bahwa ternyata penemuan
ilmiah telah membantah kebenaran akal tersebut.
Karena penemuan
kebenaran melalui akal sehat seringkali dipergunakan dan diwarnai oleh
kepentingan seseorang, maka akal sehat mudah menjadi prasangka. Orang sering
tidak mampu mengendalikan keadaan yang cenderung kearah perbuatan generalisasi
yang terkesan dipaksakan sehingga hal ini menjadi suatu prasangka. Prasangka
yang sampai saat ini masih dapat dijadikan kebenaran, adalah berprasangka baik
(khusnudzan), terutama kepada Allah SWT. Kita sadar bahwa apa yang terjadi di
dunia ini adalah atas qudrat dan iradat-Nya, yang dengannya apapun kejadian itu
baik atau buruk semuanya mengandung konsekuensi hikmah di dalamnya asal kita
mau berprasangka baik dan yakin bahwa Allah SWT akan memberikan yang terbaik
seperti akan terbitnya kembali matahari di esok hari.
Selanjutnya,
ada pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan ilmiah yang berupa kegiatan
penelitian ilmiah yang dibangun atas dasar teori-teori tertentu yang relevan.
Dengan
pendekatan ilmiah, manusia berusaha untuk mendapatkan kebenaran secara ilmiah,
yaitu pengetahuan benar yang kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapa saja
yang menghendaki untuk mengujinya.
Untuk
itu, Menurut H.A Fuad Ihsan (2010 : 140) ada 3 (tiga) tahapan penting dalam menentukan
kebenaran ilmiah, yaitu :
1)
Skeptik, yaitu dalam menerima kebenaran informasi atau pengetahuan tidak
langsung diterima begitu saja, namun dia berusaha untuk menanyakan fakta-fakta
atau bukti-bukti terhadap setiap pernyataan yang diterima.
2)
Analitik, yaitu dalam menerima kebenaran selalu berusaha menimbang-nimbang
setiap permasalahan yang dihadapinya.
3)
Kritis, yaitu dalam menerima kebenaran orang selalu berusaha mengembangkan
kemampuan untuk menimbang setiap
permasalahan yang dihadapinya secara objektif.
C. Kesimpulan
Setelah
membaca kajian makalah tentang Pengetahuan Ilmiah dan kriteria Kebenaran, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pengetahuan
Ilmiah adalah hasil serapan indera dan pemikiran rasional yang terbuka terhadap
pengujian lebih lanjut menggunakan metode-metode ilmiah yang mempunyai 5
ciri-ciri pokok yaitu : empiris, sistematis, objektif, analitis dan
verifikatif.
Kebenaran
adalah persesuaian antara fikiran dan kenyataan yang menimbulkan ketidakraguan.
Kebenaran pada manusia dapat didapatkan dengan cara pengetahuan wahyu,
pengetahuan intuitif, pengetahuan rasional, pengetahuan empiris dan pengetahuan
otoritas. Kebenaran ini juga dapat diketahui melalui 3 (tiga) teori penting
yang ada relevansinya dengan kebenaran, yaitu : teori koherensi, teori
korespondensi dan teori pragmatisme.
DAFTAR PUSTAKA
Asy’ary, Musa, Filsafat Islam Tentang
Kebudayaan, 1999, Jakarta LESFI.
Endraswara,Suwardi, Filsafat
Ilmu, konsep sejarah dan pengembangan
metode
ilmiah, 2012, Yogyakarta, caps.
Gie, The Liang, Pengantar
Fisafat Ilmu, 2004, Yogyakarta,
Liberty
H.A Fuad Ihsan, 2010, Filsafat Umum,
Jakarta, Reneka Cipta
Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat, 1991,
Jakarta, Bulan Bintang
Jujun S. Suriasumantri, 1997, Ilmu Dalam
Perspektif, Jakarta,PT.Gramedia
Louis O.Kattsof, Pengantar
Filsafat, 1996, Yogyakarta, Tiara Wacana
Surajio, Ilmu Filsafat Suatu
Pengantar, 2005, Bumi Aksara, Jakarta.
Uyoh Sadulloh, 2004, Pengantar Filsafat
Pendidikan, Bandung, CV.Alfabeta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar