TUGAS MAKALAH
TENTANG
“TERTIB AYAT DAN SURAT”
STUDI
AL-QUR’AN
PROGRAM
STUDI ILMU PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
OLEH:
RASIMAN
(NIM. 2120103195)
MUSANGAT(NIM.2120103192)
DOSEN PENGAMPU :
DR.EDYSON
SAIFULLAH, Lc.,MA
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2013
A.PENDAHULUAN
Kitab Al-Qur'an al-Karim yang kita
milki, di dalamnya terdapat ayat-ayat
dan surat-surat yang tersusun indah dan rapi dan mempunyai keanekaragaman
bentuk, di antaranya ada yang pendek dan ada yang panjang. Hal ini dimaksudkan
agar tersusun rapi dan mudah dalam mempelajarinya, yang sering disebut dengan
tertib ayat dan terib surat.
Tartib
atau pengurutan ayat-ayat dalam al-Qur'an adalah tauqifi berdasarkan ketentuan dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dan sebagian ulama menghikayatkan (menceritakan) adanya ijma'
dalam masalah ini.
Az-Zarkasy rahimahullah dalam kitab Al-Burhan, Abu Ja'far bin
az-Zubair rahimahullah dalam Al-Munasabah ketika dia berkata:"Tertib
(pengurutan) ayat-ayat dalam surat al-Qur'an dilakukan berdasarkan tauqifi
(berdasarkan ketentuan) dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan
berdasarkan perintah dari beliau tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan kaum
Muslimin." Bahkan Imam as-Suyuthi rahimahullah menyatkan kepastian hal
itu, dia berkata:"Ijma' (konsensus) kaum Muslimin dan nash-nash
(dalil-dalil) yang serupa menunjukkan bahwa tertib (pengurutan) ayat-ayat dalam
surat al-Qur'an dilakukan berdasarkan tauqifi dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, dan tidak ada keraguan dalam hal itu."
Bagian pembahasan ilmu yang penting dalam makalah ini, adalah ilmu mawathin
al-Nuzul, yang menurut TM. Hasbi Ash-Shidieqy berarti ilmu yang menerangkan
tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya ( Romli Abdul
Wahid, 1994, hal.24).
Atas dasar pemaparan di atas, maka penulis sampaikan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan tartib ayat dan tartib surat serta apa sajakah
yang berhubungan dengan keduanya ?
B.PEMBAHASAN
I. Tertib Ayat
1. Pengertian Ayat
Menurut Teungku Muhammad Hasbi
Ash-Shiddieqy, Ayat adalah segolongan kecil dari Al-Qur’an yang berdiri
sendiri, putus dari yang sebelumnya dan dari yang sesudahnya (Teungku Muhammad
Hasbi Ash-Shiddieqy, 2002 hal.51).
Sedangkan
menurut Abu Syahbah seperti yang dikutip oleh Muhammad Ali Azis, mendefinisikan
ayat adalah bagian dari surat Al-Qur’an yang memiliki awal dan akhir.
Menurut
Al-Qur’an dalam Surat Al-Baqoroh 248, ayat berarti tanda ( Agus Hidayatulloh,
dkk., Aljamil-Al-Qur’an Tajwid Warna, Terjemah Per Kata, Terjemah Bahasa
Inggris,2012, hal.40).
Dengan
demikian ayat berarti tanda yang merupakan sekumpulan huruf dan merupakan bagian kecil dari surat yang berdiri sendiri terletak di
awal atau di akhir Al-Qur’an.
Az-Zarkasi
dalam Al-Burhan dan Abu Ja’far ibnu Az-Zubair, dalam Munasabahnya mengatakan
bahwa “ Tartib ayat-ayat di dalam surat-surat itu berdasarkan tauqifi dari
Rasulullah SAW dan atas perintahnya tanpa diperselisihkan oleh kaum muslimin (
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, , 2006, hal174).
Demikian
halnya denghan As-Suyuthi menegaskan bahwa “ ijma dan nash-nash yang serupa
menegaskan (tuqifi) tanpa diragukan lagi, Jibril menurunkan beberapa ayat
kepada Rasulullah dan menunjukkan kepadanya dimana ayat-ayat itu harus
diletakkan dalam surat atau ayat-ayat yang turun sebelumnya”.
Utsman
bin Abi Al-Ash berkata,” Aku tengah duduk disamping Rasulullah SAW, tiba-tiba
pandangannya menjadi tajam, lalu kembali seperti semula. Kemudian katanya,
Jibril telah datang kepadaku dan memerintahkan agar aku meletakkan ayat ini di
tempat anu dari surat ini, Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan
berbuat kebajikan serta bersedekah kepada kaum kerabat” (QS. An-Nahl : 90).
2.
Sebab-sebab turunnya ayat.
Di dalam proses turunnya
ayat-ayat Al-Qur’an mempunyai sebab-sebab penting karenanya perlu diperhatikan
dan diselidiki secara konsisten yang dalam hal ini dilakukan oleh para
mufassirin.
Para mufassirin melihat
bahwa sebab-sebab turunnya ayat merupakan asas dalam memahami ayat Al-Qur’an
yang karenanya berfungsi sebagai jawaban terhadap sesuatu pertanyaan yang
dikemukakan oleh sebagian sahabat. Sedikit sekali ayat-ayat hukum yang turun
melainkan ada sesuatu sebab yang terjadi.
Ibnu Taimiyah
berpendapat bahwa mengetahui sebab nuzul membantu kita dalam memahami makna
ayat, karena dapat diketahui bahwa mengetahui sebab menghasilkan ilmu tentang
musabab. Hal ini dilakukan karena untuk mengetahui hukum Allah secara tertentu
apa yang disyareatkan-Nya serta menjadi penolong dalam memahami makna ayat dan menghilangkan
kemuskilan-kemuskilan di sekitar ayat itu ( TM. Hasbi Ash Shidieqy, 2009).
3. Batasan-batasan ayat
Untuk mengetahui batasan-batasan ayat-ayat Al-Qur’an,
maka jika ditinjau dari segi nilai, ayat-ayat Al-Qur’an dibedakan
menjadi 2 (dua) macam, yaitu : ayat yang memiliki nilai istimewa dan yang memiliki
makna biasa. Dalam menentukan nilai ayat-ayat tertentu, maka akan ditentukan
berdasarkan Sabda Nabi Muhammad SAW sebagaimana beliau pernah memberikan
penilaian keistimewaan ayat Kursi ( QS.Al-Baqarah [2] : 255) kepada Ubay bin
Ka’ab RA, katanya “ Wahai Abu al-Mundzir(panggilan Ubay), tahukah kamu ayat
manakah yang paling istimewa dalam Kitab Allah yang ada padamu?”, tanya Nabi
SAW. Aku(Ubay) menjawab, “ Allah dan Rasul-Nya yang paling mengetahui”. Nabi
mengulangi pertanyaannya kembali, “ Wahai Abu al-Mundzir tahukah kamu ayat
manakah yang paling istimewa dalam Kitab Allah yang ada padamu?”, aku mencoba
untuk menjawabnya “ Allaahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum ..., Nabi
menepuk dadaku sambil berkata, “ Demi Allah semoga ilmumu menjadi penolong,
wahai Abu al-Mundzir” ( Muslim, 1988: I: 385: nomor 258).
Ditinjau dari
segi jumlah kata, terbagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu : ayat yang
panjang, ayat yang sedang dan ayat yang pendek. Ayat terpanjang adalah ayat 282
pada surat Al-Baqarah, dan ayat terpendek adalah ayat yang terdiri dari 2 (dua)
huruf, seperti Yaa-sin, Tha-Ha, Haa-Mim, dan lain sebagainya.
4.Manfaat pembagian ayat-ayat
Pembagian ayat-ayat yang ada di dalam Al-Qur’an,
tentunya memiliki manfaat kemashlahatan bagi semua makhluk, terutama manusia,
yaitu sebagai berikut : untuk mengetahui kapan berhentinya bacaan suatu ayat
al-Qur’an, untuk menentukan panjang pendeknya surat dan mengetahui batasan
suatu ayat.
5.Tempat dan waktu diturunkannya ayat-ayat Al-Qur’an.
Berdasarkan tempat diturunkannya ayat-ayat
Al-Qur’an, maka dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua ) kelompok yaitu :
ayat-ayat Mekah dan ayat-ayat Madinah.
Ayat-ayat
yang turun di kota Mekah disebut ayat-ayat Makiyyah, yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW ketika berada di kota Mekah dalam kurun waktu 12 tahun lebih
atau hampir 13 tahun lamanya, sedangkan ayat-ayat yang turunkan di kota Madinah
disebut ayat-ayat Madaniyah, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW selama
kurang lebih 10 tahun lamanya.
Berdasarkan waktu
diturunkannya Al-qur’an, maka ayat Al-qur’an dikategorikan menjadi 3 (tiga)
kategori yaitu : ayat-ayat Mekah yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW
hijrah ke Madinah, ayat-ayat Madinah yang diturunkan sesudah Nabi SAW berhijrah
ke Madinah atau ketika Rosulullah SAW berada di Madinah, ayat-ayat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW ketika kembali lagi ke Mekah, seperti QS.
Al-Maidah : 3 dan QS.An-Nisaa” : 58, dan demikian juga tiga ayat dalam surat
Al-Nashr yang turun saat Nabi SAW telah membebaskan kota Mekah.
Disamping
hal-hal yang telah disebutkan di atas, ternyata ayat Mekah dan ayat Madinah itu
sebagian mufassir ada yang mengelompokkan berdasarkan sasaran pembicaraan,
yakni ditujukan kepada masyarakat Mekah dan masyarakat Madinah.
Jika
ditelusuri secara mendalam, ternyata ayat-ayat yang ada di dalam Al-Qur’an,
seperti ayat-ayat dalam surat At-Taubah : 42 dan ayat-ayat dalam surat
al-Zukhruf : 45, keduanya diturunkan oleh
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW di luar kota Mekah dan Madinah, yakni
ayat-ayat dalam surat at-attaubah : 42 diturunkan di Tabuk, dan ayat-ayat dalam
surat al-zukhruf : 45 diturunkan di Baitul Maqdis Palestina ( Moh. Ali Aziz,
2012 hal. 98 ).
Di bawah ini
akan penulis sampaikan beberapa ciri-ciri ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan
oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :
No
|
Ayat-ayat Mekah
|
Ayat-ayat Madinah
|
Keterangan
|
1
|
Dimulai dengan
panggilan : Yaa ayyuhannaas, yaa ayyuhal kaafiruun, yaa bani aadam, terda 292
ayat jenis ini.
|
Yaa ayyuhalladziina
aamanuu, terdapat 219 ayat jenis ini
|
1.Hanya ada 8 % ayat dengan panggilan seperti ini.
2.Ada beberapa ayat dengan yaa ayyuhannaas, tetapi
turun di Madinah, seperti QS.Annisa[4] : 1 dan ayat 133, QS. Al-Baqarah [2] :
21.
3.Ada beberapa ayat dengan yaa ayyuhalladziina
aamanuu, tetapi turun di Mekah, seperti QS. Al-Haj [22] : 77
|
2
|
Terdapat kata “
kalla” (sekali-kali tidak, atau jangan begitu).
|
-
|
Disebut sebanyak 33
kali dalam 15 surat
|
3
|
Ada ayat-ayat sajdah.
|
-
|
Terdapat 15 ayat
jenis ini
|
4
|
Diawali huruf yang
terpotong, ( Aliif-Lam-Mim, Nun, Ya-Sin).
|
-
|
Terkecuali surat
Al-Baqarah dan surat Ali Imran
|
5
|
Berisi kisah-kisah,
akhlak dan keimanan
|
Berisi Hukum,
kemasyarakatan, perang, sift orang-orang munafik, pemeluk agama Kristen dan
yahudi
|
|
6
|
Ayat-ayatnya
Pendek-pendek
|
|
|
7
|
Berisi sumpah,
misalnya “ Demi masa, dan sebagainya “.
|
|
|
Jika dilihat dari segi kemudahan pemahaman Al-qur’an,
maka terbagi menjadi 2 bagian penting, yaitu : (1) ayat-ayat yang jelas
maknanya (muhkamat), (2) ayat-ayat yang samar-samar maknanya (mutasyabihat).
II. Tertib Surat
1. Definisi Surat dan pengambilan nama-namanya
Surat, yang jamaknya suwar, artinya kedudukan atau
tempat yang tinggi, karena al-Qur’an diturunkan dari tempat yang tinggi, maka
dinamai surat-suratnya dengan surat ( Hasbi Ash-Shiddieqy, 2009).
Dalam Studi Al-Qur’an, definisi
surat adalah kumpulan ayat-ayat Al-Qur’an yang berdiri sendiri dengan batas
permulaan (mathla’) dan batas akhir (maqtha) (Moh.Ali Aziz, 2012).
Dalam
konteks ini, surat tidak boleh disamakan dengan bab (chapter) yang terdiri dari
beberapa sub-bab, sebagaimana lazimnya dalam sebuah buku (Watt, 1991 : 90).
Surat
dalam Al-Qur’an berdiri sendiri, tetapi kedudukan masing-masing surat adalah
sama, oleh karenanya setiap surat memiliki keistimewaan dan keagungan
tersendiri dan pengugungan satu surat sama dengan pengagungan terhadap
keseluruhan Al-Qur’an.
Di
dalam Al-Qur’an, ada sejumlah 23 surat yang dinamai dengan nama-nama yang tidak
dijumpai di permulaan surat, seperti Surat Al-Baqarah. Perkataan al-baqarah
disebut sesudah 65 ayat berlalu dari awalnya. Demikian juga surat Ali Imran,
yaitu terdapat Ali Imran sesudah 32 ayat, dan surat Al-Maidah dijumpai
perkataan tersebut setelah 110 ayat berlalu menjelang akhir, barulah kita
jumpai lafadz tersebut.
Akan
tetapi, jika kita cermati berkali-kali ternyata bahwa yang menjadi nama surat
dalam Al-Qur’an itu walaupun tidak terletak dalam permulaan surat pada
pembacaan, namun terletak di permulaan surat pada turunnya al-Qur’an tersebut.
2. Pembagian Surat Al-Qur’an
Jumlah surat dalam Al-Qur’an adalah 114 surat, sebagaimana disebutkan di
dalam mushaf Utsmani, diawali dengan surat al-Fatehah dan diakhiri dengan surat
an-Nash ( Aljamil, AlQur’an terjemah warna, terjemah per kata, terjemah
Inggris, 2012 : 613)
Richard Bell dianggap sarjana barat yang mempelopori penyusunan surat
Al-Qur’an berdasarkan turunnya secara kronologis ( Abdullah bin Abdul Aziz Ali
Sa’ud, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 1990 : 31).
Menurut Ramli Abdul Wahid, 1994 : 108 mengatakan bahwa ketahuilah bahwa awal-awal
surat yang majhulah (tidak diketahui), hakekatnya hanya dapat diketahui oleh
orang-orang yang dapat memahami makna dari bentuk-bentuk yang dipahami dengan
akal. Allah menjadikan permulaan-permulaan surat itu adalah 29 surat yang merupakan sumbu falaq yang
wujudnya adalah Ali Imran ( Alif Lam Mim, Allah) sekiranya tidak demikian,
tentulah tidak yang 28 itu. Jumlahnya mengulang-ulang huruf-huruf tersebut
adalah 78 huruf.
Para sahabat, membagi surat-surat dalam Al-Qur’an menjadi 4 bagian penting,
yaitu :
a. As-Sab’u at-Thiwal (tujuh surat yang panjang) yang memang panjang dari yang
lain.
b. Surat-surat yang terdiri dari seratus ayat atau lebih.
c. Surat-surat yang kurang dari seratus ayat, yang diberi nama Al-Matsani.
d. Surat-surat yang pendek, yang diberi nama Al-mufashshal.
Dari segi namanya, surat Al-Qur’an dapat dikelompokkan
menjadi 3 kelompok, yaitu : (1) surat yang hanya memiliki satu nama, seperti
surat an-nisa’, thaha, al a’raf, .(2) surat yang memiliki lebih dari satu nama,
seperti al-Fatihah, diberi nama Ummul kitab, surat at-Taubah juga diberi nama
surat al-Bara-ah, surat al-isra juga diberi nama surat Bani Israil.(3) Beberapa
surat dengan satu nama, yaitu surat al-Mu’awwidzatain untuk surat
al-Falaq dan al-Nash, surat al-Hawamim untuk surat-surat yang didahului
oleh kata Ha-Mim, dan surat al-Zahrawayn untuk surat al-Baqarah dan
surat ali Imran ( Muslim, 1988: I:356: No.804).
Dipandang dari jumlah ayat dan kalimat, surat-surat
dalam Al-Qur’an dikelompokkan menjadi 3 yaitu : (1) surat-surat panjang, yaitu
tujuh surat pada awal mushaf Al-Qur’an, urutannya adalah surat al-Baqarah 286
ayat, surat ali Imran 200 ayat, surat An-Nisa’176 ayat, surat al-Maidah 120
ayat, surat al-An’am 165 ayat, surat al-A’raf 206 ayat, serta paduan surat
al-Anfal dan surat at-Taubah 204 ayat. (2) surat-surat sedang, jumlah ayatnya
sekitar 100 ayat, (3) surat-surat pendek, yang dimulai dari surat al-hujurat
sampai dengan terakhir, surat an-nash. Namun, surat-surat yang paling pendek
adalah surat al-zalzalah hingga surat an-nash.
3. Pemberian nama surat dalam Al-Qur’an
Pemberian nama-nama surat dalam Al-Qur’an didasarkan pada ketentuan sebagai
berikut :
a. Kandungan surat, misalnya Surat Nuh mengisahkan tentang Nabi Nuh AS.
b. Kata Pembuka Surat, misalnya Surat Al-Qori’ah dari kata Al-Qa-ri-ah pada
awal surat.
c. Fungsi surat, misalnya surat al-Ikhlash berfungsi sebagai pemurnian
(ikhlash) tauhid keimanan.
d. Salah satu kata yang ada dalam suatu surat, misalnya surat Al-‘Alaq dari
kata ‘Alaq pada ayat kedua.
III. Pendapat tentang
Pembuatan urutan surat dalam Al-qur’an
Dalam
peletakan surat dalam Mushaf Al-qur’an, surat-surat pendek diletakkan di bagian
akhir, kecuali surat Al-Fatehah diletakkan di bagian paling depan. Lalu,
siapakah yang membuat urutan surat itu ?
Menurut
Abu Ja’far al-Nuhas al-Kirmani Ibn al-Hishar dan al-Anbari, M.M al-‘Azami (
2005 : 77 ), Abu Syahbah ( 1992 : 296_ dan Manna al-Qathan ( 1994 : 144 ) bahwa
urutan peletakan surat adalah atas petunjuk Nabi SAW, sedangkan Al-Kirmani mengatakan
bahwa susunan surat dalam Al-Qur’an tersebut sesuai dengan susunan Al-Qur’an
yang ada di Lauh Mahfudz, karena Nabi Muhammad SAW selalu memperlihatkan kepada
Malaikat Jibril setiap setahun sekali pada bulan ramadhan dan telah
diperlihatkan kepada Jibril sebanyak 2 kali sebelum Rasul SAW wafat ( Umayyah
‘Abd al-‘Aziz, tt : 69)
1. Menurut Imam al-Suyuthi, imam Malik, Abu Bakar al-Thayyib, urutan surat
adalah hasil pemikiran para sahabat ketika menulis mushaf Al-Qur’an.
2. Menurut Abu Muhammad bin ‘Athiyah dan Imam Bayhaqi menyatakan bahwa
sebagian besar surat al-Qur’an diurutkan bertdasarkan petunjuk Nabi SAW dan
sebagian lagi adalah hasil pemikiran para sahabat. Menurut Bayhaqi, susunan
Al-Qur’an yang ada sekarang sama seperti zaman Nabi SAW baik surat maupun
ayatnya kecuali surat Al-Anfal dan At-Taubah ( Muhammad Bakar Ismail, 1991 : 71
).
3. Menurut Syaikh Manna’ Al-Qathan, 2006 : 177-178) mengatakan bahwa Ibnu
Wahab telah meriwayatkan dari Sulaiman bin Bilal, ia berkata : “ Aku mendengar
Rabi’ah ditanya orang, “ Mengapa surat Al-Baqarah dan Ali Imran didahulukan,
padahal sebelum surat itu diturunkan sudah ada delapan puluh sekian surat
Makiyyah, sedang keduanya diturunkan di Madinah ?” Ia menjawab, “ Kedua surat
itu memang didahulukan dan al-Qur’an dikumpulkan menurut pengetahuan dari
orang-orang yang mengumpulkannya”. Kemudian katanya, “ Ini adalah sesuatu yang
mesti terjadi dan tidak perlu dipertanyakan”.
C. PENUTUP
Kesimpulan
Ayat berarti tanda yang
merupakan sekumpulan huruf dan merupakan
bagian kecil dari surat yang
berdiri sendiri terletak di awal atau di akhir
Al-Qur’an.
Az-Zarkasi dalam Al-Burhan dan Abu Ja’far ibnu Az-Zubair, dalam
Munasabahnya mengatakan bahwa “ Tartib ayat-ayat di dalam surat-surat itu
berdasarkan tauqifi dari Rasulullah SAW dan atas perintahnya tanpa
diperselisihkan oleh kaum muslimin.
Ibnu
Taimiyah berpendapat bahwa mengetahui sebab nuzul membantu kita dalam memahami
makna ayat, karena dapat diketahui bahwa mengetahui sebab menghasilkan ilmu
tentang musabab. Hal ini dilakukan karena untuk mengetahui hukum Allah secara
tertentu apa yang disyareatkan-Nya serta menjadi penolong dalam memahami makna
ayat dan menghilangkan kemuskilan-kemuskilan di sekitar ayat itu.
Dari segi nilai,
ayat-ayat Al-Qur’an dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu : ayat yang memiliki
nilai istimewa dan yang memiliki makna biasa.
Ditinjau dari segi jumlah kata, terbagi menjadi 3
(tiga) macam yaitu : ayat yang panjang, ayat yang sedang dan ayat yang pendek.
Ayat terpanjang adalah ayat 282 pada surat Al-Baqarah, dan ayat terpendek
adalah ayat yang terdiri dari 2 (dua) huruf, seperti Yaa-sin, Tha-Ha, Haa-Mim,
dan lain sebagainya.
Pembagian
ayat-ayat yang ada di dalam Al-Qur’an, tentunya memiliki manfaat kemashlahatan
bagi semua makhluk, terutama manusia, yaitu sebagai berikut : untuk mengetahui
kapan berhentinya bacaan suatu ayat al-Qur’an, untuk menentukan panjang
pendeknya surat dan mengetahui batasan suatu ayat.
Berdasarkan waktu diturunkannya Al-qur’an, maka
ayat Al-qur’an dikategorikan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu : ayat-ayat Mekah
yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, ayat-ayat Madinah
yang diturunkan sesudah Nabi SAW berhijrah ke Madinah atau ketika Rosulullah
SAW berada di Madinah, ayat-ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
ketika kembali lagi ke Mekah, seperti QS. Al-Maidah : 3 dan QS.An-Nisaa” : 58,
dan demikian juga tiga ayat dalam surat Al-Nashr yang turun saat Nabi SAW telah
membebaskan kota Mekah.
Dari segi namanya, surat Al-Qur’an dapat dikelompokkan
menjadi 3 kelompok, yaitu : (1) surat yang hanya memiliki satu nama, seperti
surat an-nisa’, thaha, al a’raf, .(2) surat yang memiliki lebih dari satu nama,
seperti al-Fatihah, diberi nama Ummul kitab, surat at-Taubah juga diberi nama
surat al-Bara-ah, surat al-isra juga diberi nama surat Bani Israil.(3) Beberapa
surat dengan satu nama, yaitu surat al-Mu’awwidzatain untuk surat
al-Falaq dan al-Nash, surat al-Hawamim untuk surat-surat yang didahului
oleh kata Ha-Mim, dan surat al-Zahrawayn untuk surat al-Baqarah dan
surat ali Imran ( Muslim, 1988: I:356: No.804).
Dipandang dari jumlah ayat dan kalimat, surat-surat
dalam Al-Qur’an dikelompokkan menjadi 3 yaitu : (1) surat-surat panjang, yaitu
tujuh surat pada awal mushaf Al-Qur’an, urutannya adalah surat al-Baqarah 286
ayat, surat ali Imran 200 ayat, surat An-Nisa’176 ayat, surat al-Maidah 120
ayat, surat al-An’am 165 ayat, surat al-A’raf 206 ayat, serta paduan surat al-Anfal
dan surat at-Taubah 204 ayat. (2) surat-surat sedang, jumlah ayatnya sekitar
100 ayat, (3) surat-surat pendek, yang dimulai dari surat al-hujurat sampai
dengan terakhir, surat an-nash. Namun, surat-surat yang paling pendek adalah
surat al-zalzalah hingga surat an-nash.
Pendapat para ahli tentang
Pembuatan urutan surat dalam Al-qur’an, yaitu Menurut Imam al-Suyuthi, imam
Malik, Abu Bakar al-Thayyib, urutan surat adalah hasil pemikiran para sahabat
ketika menulis mushaf Al-Qur’an.
Menurut Abu Muhammad bin
‘Athiyah dan Imam Bayhaqi menyatakan bahwa sebagian besar surat al-Qur’an
diurutkan bertdasarkan petunjuk Nabi SAW dan sebagian lagi adalah hasil
pemikiran para sahabat. Menurut Bayhaqi, susunan Al-Qur’an yang ada sekarang
sama seperti zaman Nabi SAW baik surat maupun ayatnya kecuali surat Al-Anfal
dan At-Taubah ( Muhammad Bakar Ismail, 1991 : 71 ).
Menurut Syaikh Manna’
Al-Qathan, 2006 : 177-178) mengatakan bahwa Ibnu Wahab telah meriwayatkan dari
Sulaiman bin Bilal, ia berkata : “ Aku mendengar Rabi’ah ditanya orang, “
Mengapa surat Al-Baqarah dan Ali Imran didahulukan, padahal sebelum surat itu
diturunkan sudah ada delapan puluh sekian surat Makiyyah, sedang keduanya
diturunkan di Madinah ?” Ia menjawab, “ Kedua surat itu memang didahulukan dan
al-Qur’an dikumpulkan menurut pengetahuan dari orang-orang yang
mengumpulkannya”. Kemudian katanya, “ Ini adalah sesuatu yang mesti terjadi dan
tidak perlu dipertanyakan”.
Menurut Imam
al-Suyuthi, imam Malik, Abu Bakar al-Thayyib, urutan surat adalah hasil pemikiran
para sahabat ketika menulis mushaf Al-Qur’an.
Menurut Abu Muhammad
bin ‘Athiyah dan Imam Bayhaqi menyatakan bahwa sebagian besar surat al-Qur’an
diurutkan bertdasarkan petunjuk Nabi SAW dan sebagian lagi adalah hasil
pemikiran para sahabat. Menurut Bayhaqi, susunan Al-Qur’an yang ada sekarang
sama seperti zaman Nabi SAW baik surat maupun ayatnya kecuali surat Al-Anfal
dan At-Taubah ( Muhammad Bakar Ismail, 1991 : 71 ).
Menurut Syaikh Manna’
Al-Qathan, 2006 : 177-178) mengatakan bahwa Ibnu Wahab telah meriwayatkan dari
Sulaiman bin Bilal, ia berkata : “ Aku mendengar Rabi’ah ditanya orang, “
Mengapa surat Al-Baqarah dan Ali Imran didahulukan, padahal sebelum surat itu
diturunkan sudah ada delapan puluh sekian surat Makiyyah, sedang keduanya
diturunkan di Madinah ?” Ia menjawab, “ Kedua surat itu memang didahulukan dan
al-Qur’an dikumpulkan menurut pengetahuan dari orang-orang yang
mengumpulkannya”. Kemudian katanya, “ Ini adalah sesuatu yang mesti terjadi dan
tidak perlu dipertanyakan”.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Aziz, Moh, Prof., Dr., M.Ag., Mengenal Tuntas Al-Qur’an,
Surabaya: Imtiyas,
2012
Hasby Ash-Shiddieqy, TM., Ilmu Al-Qur’an &Tafsir, Semarang:
Pustaka Rizki
Pratama, 2009
Hidayatullah, Agus, Lc.,MA., Aljamil Al-Qur’an Tajwid Warna Terjemah
Perkata Terjemah
Inggris, 2012, Jakarta: Cipta Bagus Segara
Manna Al-Qaththa, Syaikh, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta:
Pustaka Al-
Kautsar, 2012
Romli, Abd Wahid, Drs., H., MA, Ulumul Qur’an, Jakarta , 1994, Raja
Grafindo
Persada
Soenardjo, Prof., R.H.A., S.H., Al-Qur’an al-Karim, ,Jakarta,1971, Yayasan
Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an